Sulawesi Tengah, 17 Juli 2025. Sudah dua belas bulan masyarakat desa Watutu, Poso, Sulawesi Tengah melakukan penolakan kehadiran Badan Bank Tanah (BBT) di atas tanah mereka, alih – alih dilindungi, kini 12 orang warga desa Watutau dituduh menghasut. Terbaru, dari 12 warga tersebut, 1 warga diantaranya telah ditetapkan sebagai tersangka bernama Christian Toibo yang dituangkan melalui Surat Ketetapan Nomor : S.TAP/20/VII/RES.1.10/2025/Reskrim Tentang Penetapan Tersangka yang diterbitkan di Poso pada 14 Juli 2025 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Ajun Komisaris Polisi Tonny, SH. MH selaku Penyidik.
Christian Toibo dikenakan sangkaan Pasal 160 Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penghasutan orang lain untuk melakukan tindak pidana yang diduga terjadi saat aksi damai pada 31 Juli 2024 di Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Penggunaan Pasal 160 KUHP adalah bentuk represif terhadap aksi damai warga yang memperjuangkan ruang hidupnya justru dianggap penghasut. Padahal, konstitusi kita menjamin hak atas tanah, kebebasan menyatakan pendapat dan perlindungan masyarakat adat.
Warga Watutau hidup dari bertani, berkebun dan menjaga ruang hidup yang telah mereka jalani sejak turun – temurun. Setelah keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang BBT dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraannya. BBT diberi kewenangan luas guna mengambil alih tanah, mengelola dan mendistribusikan tanah ex HGU PT Hasfarm. Namun kini BBT mengklaim penguasaan tanah melebihi batas eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Hasfarm sampai masuk pada wilayah tanah – tanah rakyat, petani dan masyarakat adat. Proses pemberian Hak Pengelolaan (HPL) oleh Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Republik Indonesia kepada BBT dilakukan tanpa konsultasi publik pada warga desa terlebih dahulu dan tanpa peninjauan lapangan. Hal ini tentu menyalahi Peraturan Presiden (PP) Nomor 62 Tahun 2023 yang menegaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam reforma agraria.
Kasus Watutau bukanlah cerita lokal, tetapi salah satu potret konflik agraria di negeri ini, saat rakyat mempertahankan hak atas tanahnya, justru negara hadir dalam rangka melindungi kepentingan korporasi besar yang memonopoli tanah dibanding melindungi rakyatnya sendiri. Bank Tanah tidak dirancang sebagai solusi menyeluruh atas konflik agraria maupun pelaksanaan reforma agraria, melainkan lebih ditujukan untuk memfasilitasi penguasaan tanah oleh badan usaha dan investor, termasuk dalam proyek-proyek pemerintah. Keberpihakannya lebih condong pada kepentingan pembangunan dan investasi ekonomi ketimbang pemenuhan hak atas tanah bagi masyarakat kecil. Proses perolehan tanah oleh Badan Bank Tanah menimbulkan tumpang tindih dengan wilayah Kelola rakyat, terutama karena sumber tanahnya sering kali berasal dari lahan yang seharusnya diprioritaskan untuk kepentingan rakyat. Dengan demikian, keberadaan Bank Tanah justru mengabaikan prinsip keadilan sosial dalam tata kelola agraria.
Atas situasi tersebut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai praktik semacam ini adalah bentuk nyata pembungkaman terhadap hak warga dalam menyuarakan ketidakadilan, hak warga mempertahankan kehidupannya dan melemahkan gerakan protes warga desa terhadap kehadiran BBT di wilayah hidup mereka dan pola – pola ini kerap terjadi di banyak tempat di Indonesia, terutama pada wilayah perkebunan skala besar maupun wilayah lingkar industri ekstraktif yang kesemuanya berdampak pada kerusakan ekologis, kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.
Atas dasar itu Eksekutif Nasional WALHI dan Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah Menyatakan Sikap :
1. Mendesak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kementerian ATR/BPN Republik Indonesia untuk segera melakukan evaluasi dan meninjau kembali proses pemberian HPL kepada BBT.
2. Menuntut Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah sekaligus Kepolisian Resort (Polres) Poso segera menghentikan pemeriksaan dan mencabut status tersangka terhadap Christian Toibo serta 11 orang warga Desa Watutau lainnya dan bebaskan seluruhnya dari segala tuduhan penghasutan.
3. Agar publik mengetahui, mengkritisi dan mengawasi setiap bentuk penguasaan tanah yang dilakukan korporasi besar pertambangan dan perkebunan, badan-badan bentukan pemerintah, proyek-proyek strategis bentukan pemerintah yang selalu mengabaikan kepentingan dan kehidupan rakyat.
Kontak Person : 0822 1553 4058