WALHI Sulawesi Tengah mendesak kepada Pansus Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palu untuk meninjau kembali proses pembahasan RPJMD Kota Palu Tahun 2021 – 2026. Hal tersebut terungkap dalam siaran pers WALHI Sulawesi Tengah hari ini Jum’at (30/07/2021). Sebelumnya WALHI Sulteng diundang sebagai perwakilan organisasi masyarakat sipil dalam Rapat Panitia Khusus dan diminta hadir memberikan masukan serta kritikan atas Dokumen Ranperda RPJMD Kota Palu 2021-2026, mewakili unsur organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Tengah.
Argumentasi WALHI Sulteng mendesak peninjauan pembahasan RPJMD Kota Palu ini karena sampai saat ini dokumen RTRW Kota Palu Tahun 2021-2041 yang seharusnya menjadi landasan dan pertimbangan pokok dalam penyusunan RPJMD Kota Palu sampai saat ini belum juga dibuka kepada publik luas. Terlebih
lagi dalam proses penyusunan dan pembahasannya Perda RTRW Kota Palu tidak pertisipatif dan mengabaikan aspek mitigasi bencana. Sangat kuat dugaan RTRW Kota Palu yang telah disepakati oleh DPRD dan Pemerintah Kota Palu pada tanggal 2 Mei 2021 hanya untuk memutihkan dan menganulir pelanggaran tata ruang yang dilakukan oleh korporasi di masa lalu.
“Kami mendesak kepada Pansus RPJMD untuk meninjau kembali pembahasan RPJMD Kota Palu sebelum dokumen Perda RTRW Kota Palu 2021 – 2041 dan semua dokumen pendukung serta dokumen kelengkapannya ditransparansikan kepada publik secara luas. Agar dokumen RTRW ini bisa dipelajari dan ditelaah oleh semua pihak sebagai landasan dan dasar pertimbangan pokok dalam memberikan masukan dalam proses penyusunan RPJMD Kota Palu” Terang pengkampanye WALHI Sulteng Khairul Syahputra Laadjim
Padahal menurut Irul sapaan akrabnya di Kota Palu terdapat izin pertambangan PT. Citra Palu Mineral di Kecamatan Mantikulore dan lokasi tambang galian batuan di Kecamatan Ulujadi. Kedua wilayah pertambangan tersebut telah teridentifikasi masuk dalam zona rawan bencana pergerakan tanah tinggin(longsor) yang berpotensi menimbulkan bencana besar di kemudian hari. Sementara program pengelolaan lingkungan yang direncanakan pemerintah dalam RPJMD hanya terbatas pada permasalahan persampahan dan ketersediaan air. Namun tidak terlihat ada perencanaan mitigasi yang secara substansial menjawab problem lingkungan hidup di kota palu. padahal kalau kita lihat salah satu akar masalah ketersediaan airnbersih adalah adanya konsesi pertambangan berskala besar yang hampir menguasai hampir setengah dari luasan kota palu yang merusak daerah tangkapan air sehingga mengancam salah satu sumber air bersih bagi masyarakat Kota palu seperti yang terjadi di wilayah izin PT.CPM di kelurahan Poboya
Berdasarkan data BPS tingkat kemiskinan di Kota Palu mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Dengan angka ketimpangan yang stagnan pada lima tahun terakhir dengan GINI rasio sebesar 0,36. Padahal kalau kita melihat semakin masifnya investasi pertambangan di Kota Palu seharusnya bisa berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan. Hal ini membuktikan bahwa sektor pertambangan sebagai industri ekstraktif sumber daya alam yang padat modal tidak berkontribusi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Malah sebaliknya pemanfaatan sumber daya alam yang berorientasi akumulasi global akan menimbulkan masalah lingkungan dan sosial bagi masyarakat khususnya masyarakat lingkar tambang.
Kerancuandan kompleksitas masalah dalam pengambilan, perumusan kebijakan di daerah merupakan dampak dari UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (Omnibus Law) yang menyengsarakan rakyat, menghilangkan semangat otonomi daerah dan semua kewenangan pemerintah daerah, baik legislatif maupun eksekutif.
“Atas agenda pembahasan RPJMD Kota Palu yang saat ini masih berlangsung, WALHI Sulawesi Tengah sebagai organisasi advokasi yang fokus terhadap agenda penyelamatan lingkungan hidup khususnya di Sulawesi tengah, menyatakan sikap menarik diri secara organisasional dan mendesak DPRD Kota Palu
untuk meninjau kembali secara substansial proses penyusunan dokumen RPJMD Kota Palu” Tegas Irul.