PALU – Penangkapan yang dilakukan aparat Polres Mamuju Utara terhadap Hemsi (37) di Rumah Sakit Bala Keselamatan (BK) Palu, pecan lalu, menuai kecaman dari sejumlah pihak.
Petani yang ditangkap dengan tuduhan pencurian buah sawit di lahan milik PT. Mamuang, Afdeling C, Desa Panca Mukti, Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala itu, ditangkap saat sedang mendampingi istrinya yang baru saja menjalani operasi Caesar.
Koordinator Posko Menangkan Pancasila (PMP) Sulteng, Azman Asgar, dua hari lalu, mengecam keras tindakan aparat kepolisian tersebut. Menurutnya, kasus tersebut merupakan bukti bahwa keadilan telah mati.
Harusnya, kata dia, tidak ada “pencuri” bagi Warga Negara Indonesia jika Pasal 33 dan UU PA 1960 konsisten dijalankan.
“Berikan keadilan untuk Hemsi, sebab Hemsi merupakan simbol ketidak adilan bagi seluruh petani yang ada di negeri ini,” tandasnya.
Terpisah, Manager Kampanye Walhi Sulteng, Stevandi, mengatakan, harusnya polisi mempertimbangkan nilai-nilai kemanusian, dengan mempertimbangkan penahanan terhadap Hemsi.
“Istrinya baru melahirkan dan pastinya dalam kondisi lemah pascaoperasi. Kehadiran Hemsi sangat dibutuhkan,” tekannya.
Saat ini kata dia, Walhi Sulteng sedang berusaha melakukan upaya hukum guna membebaskan Hemsi dari tuduhan PT. Mamuang.
“Bagi kami, Hemsi tidak bersalah. Hemsi telah membuktikan kepemilikan lahannya dengan surat-surat yang dia punya. Justru perusahaan yang tidak pernah menunjukan dokumen-dokumen mereka baik HGU maupun hak legal lainnya,” ujarnya.
Pihaknya meminta kepada Kapolres Pasangkayu untuk menangguhkan penahanan terhadap Hemsi dan mengevaluasi anggotanya yang dinilai tidak professional dalam proses penangkapan.
Sementara Anggota DPRD Provinsi Sulteng, Yahdi Basma, ikut mengecam penangkapan petani Rio Pakava tersebut.
Akibat penangkapan itu, kata dia, istri Hemsi mengalami shock berat dan berimplikasi pada kesehatannya.
“Proses hukum yang dialami petani ini sungguh sangat bertentangan dengan konstitusi,” ujar Presidium Nasional PENA 98 ini.
Dia menilai, penegak hukum telah berat sebelah, di mana praktiknya lebih cenderung memihak pada perusahaan.
“Dimana orang-orang lemah selalu salah di mata hukum, meski sebenarnya ia benar,” tandasnya. (IKRAM)
Sumber: media.alkhairaat.id