PERKUAT HAK ULAYAT, MHA WANUA WATUTAU GELAR LOKAKARYA

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Palu, November 2025, AP2SI Sulawesi Tengah bersama WALHI Sulawesi Tengah, Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif (SLPP) Sulawesi Tengah dan BRWA Sulawesi Tengah mengadakan Lokakarya bersama Masyarakat Hukum Adat (MHA) Wanua Watutau Kabupaten Poso.

Lokakarya yang bertemakan Penyusunan Dokumen Profil MHA Wanua Watutau diikuti sekitar 25 orang yang terdiri dari unsur Lembaga Adat, Pemerintah Desa Watutau, perwakilan perempuan serta sejumlah tokoh-tokoh masyarakat lainnya. Bertempat di Balai Desa Watutau, kegiatan ini berlangsung selama 2 hari (senin-selasa,17-18 November 2025). Secara adminstrasi, MHA Wanua Watutau berada di Desa Watutau Kecamatan Lore Peore Kabupaten Poso.

Ketua AP2SI Sulawesi Tengah Hamdan (49), menyampaikan pada sambutannya bahwa “kegiatan lokakarya ini kami laksanakan bertujuan untuk merumuskan basis argumentasi urgensi pengakuan dan perlindungan MHA Wanua Watutau”. Secara normatif, beberapa peraturan perundang-undangan telah mengamanatkan adanya pengakuan dan perlindungan untuk Masyarakat Hukum Adat, meskipun implementasinya belum seperti yang diharapkan. Pasal 18B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sebagai hasil amandemen pertama UUD 1945, menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-Undang.’’ Ketentuan Pasal 18B UUD 1945 diperkuat dengan ketentuan Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 bahwa “Identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.

Belum adanya pengakuan terhadap MHA Wanua Watutau sampai pada hari ini juga dibenarkan oleh WALHI Sulawesi Tengah. Bonar (39), Kepala Departemen Organisasi WALHI Sulawesi Tengah selaku fasilitator pada kegiatan ini menyampaikan bahwa “pengakuan secara resmi oleh pemerintah daerah untuk masyarakat adat di kabupaten Poso memang masih menjadi masalah serius, dikarenakan belum adanya landasan hukum seperti perda pengakuan dan perlindungan MHA. Namun itu tidak boleh dijadikan alasan bagi wanua watutau dan masyarakat adat lainnya untuk tidak mempersiapkan dokumen pengakuannya. Di tahun 2025 ini WALHI Sulawesi Tengah bersama sejumlah OMS yang tergabung dalam KARAMHA sedang mengawal pengesahan Ranperda pengakuan dan Perlindungan MHA di Propinsi Sulawesi Tengah, saya kira ini bisa menjadi solusi bagi MHA di Kabupaten Poso.

Data dari Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat bahwa hingga 2023 terdapat 89 komunitas masyarakat adat di Sulawesi Tengah. Ironisnya, 96% di antaranya belum memiliki perlindungan hukum yang memadai, baik melalui Perda, Peraturan Bupati, maupun Keputusan Bupati. Tanpa regulasi yang kuat, masyarakat adat tidak hanya kehilangan hak atas tanah leluhur mereka, tetapi juga menghadapi ancaman kriminalisasi dan penggusuran. Sejumlah kasus menunjukkan bahwa masyarakat adat yang memperjuangkan tanahnya justru dikriminalisasi, sementara eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan besar terus berlangsung tanpa mempertimbangkan hak-hak adat.

Sejak tahun 2022, Badan Bank Tanah mengklaim wilayah eks HGU PT. Sandabi Indah Lestari sebagai Hak Pengelolaan (HPL) seluas 6.648 hektar mencakup 5 Desa. Salah satunya Desa Watutau Kecamatan Lore Peore Kabupaten Poso yang telah lama didiami oleh MHA Wanua Watutau. Tokoh masyarakat di Desa Watutau sangat khawatir dengan kehadiran Badan Bank Tanah di Kabupaten Poso yang tidak mengakui keberadaan MHA Wanua Watutau. Kristian Toibo (40) menyampaikan “kami selaku masyarakat adat di wilayah tampo lore sangat menyesalkan statement dari Badan Bank Tanah yang menuliskan dalam laporannya tidak menemukan keberadaan unsur Masyarakat Adat. Kami khawatir ini dapat dijadikan alasan bagi Negara untuk mengambil tanah-tanah ulayat kami”.

Pada prosesnya, kegiatan lokakarya ini berhasil mengidentifikasi serta merumuskan 5 unsur MHA Wanua Watutau yang terdiri dari Pertama Sejarah Masyarakat Hukum Adat, Kedua Wilayah Adat, Ketiga Hukum Adat, Keempat Harta kekayaan dan/atau benda-benda adat dan Kelima Kelembagaan Adat berdasarkan Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Untuk wilayah adat, Wanua Watutau memiliki luas 29.823 Ha hal tersebut terkonfirmasi oleh SLPP Sulawesi Tengah. Agus Suleman (39), Koordinator SLPP Sulawesi Tengah menyampaikan bahwa “pemetaan partisipatif yang kami lakukan bersama MHA Wanua Watutau, teridentifikasi total luasan wilayah adat seluas 29.823 Ha yang terbagi dalam pola ruang seperti Wana ngkiri, Wana, Pandulu, Holua, Lambara, boya serta masih banyak lagi”.

Hasil rumusan lokakarya ini akan dijadikan bahan Dokumen Usulan MHA Wanua Watutau yang rencananya akan diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Poso guna mempercepat pengakuan serta Perlindungan.#

 

Narahubung : BN

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :