Tanggal 10 Oktober 2024, Abd Ramadhan A, Hasrun, Moh Rais Rabbie Ambunu, Makmur Ms, dan Rifiana Ms, Kec Bungku Barat Kab Morowali. Mendapat surat panggilan dari Polda Sulawesi Tengah untuk di mintai keterangan, dengan nomor surat B/989/X2024/Diretkrimsus tanggal 4 oktober 2024. Atas tindakan pidana terganggunya fungsi jalan yang di gunakan oleh PT BTIIG berdasarkan peraturan Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2024 pasal 63 ayat 1 (junto) pasal 12 ayat 2.
Surat pemanggilan tersebut, atas aksi blokade jalan yang di lakukan oleh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Forum Masyarakat Ambunu Bersatu pada tanggal 15 Oktober 2024. Ramdan dan Hasrun sebagai korlap dan wakil korlap. Sebelum itu, lima orang warga yang tergabung dalam aksi, mendapatkan somasi oleh PT BTIIG pada tanggal 23 Juni 2024 Nomor : 14/BTIIG – Legal/VI/2024 yaitu Moh Rais Rabbie, Makmur Ms, Abd Ramadan A, Rifiana Ms, dan Hasrun. Perihal Tindakan pemalangan yang mengakibatkan berhentinya aktivitas kegiatan usaha PT BTIIG.
Blokade dilakukan bentuk kemarahan warga Desa Ambunu, ketika beredar sebuah video pernyataan Legal Eskternal PT IHIP atas nama Riski, menyampaikan bahwa jalan tani yang sekarang di gunakan sebagai jalan holing adalah milik sah PT BTIIG, bersarkan MoU tugar guling asset dengan Bupati Morowali, sebagai tukarnya PT BTIIG mengerjakan perluasan bandara, MoU di tanda tangani pada tanggal 11 Maret 2024. Padahal jalan tani yang terhubung dari Topogaro ke dusun folili ke dusun sigendo dan ambunu jauh sebelumnya, sudah di gunakan oleh masyarakat masih berbentuk jalan tanah setapak untuk ke kebun. Serta akses menuju ke Gua Vavompogaro (situs budaya) bersejarah bagi masyarakat sekitar.
Di Desa ambunu jalan tersebut sudah terdapat bangunan gudang penyimpanan ore nikel dan gerbang milik BTIIG, sehingga warga harus memutar sejauh 3 – 4 km untuk pergi ke kebunya. Sebelum ada bagunan biasanya warga hanya menempuh jarak satu kilometer saja.
Klaim sepihak penguasaan jalan desa tidak hanya di Desa Topogaro, Tondo, dan Ambunu akan tetapi juga di Desa Wosu, Umpanga, dan Larebonu. Berdasarkan MoU tanggal 11 Maret 2024 dalam point (b) menjadi milik PT Huabao Industrial Park yang di uraikan dalam 10 pasal perjanjian.
Walhi Sulteng menilai pemanggilan polisi ini merupakan bentuk strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk membungkam warga agar tidak melakukan protes dengan metode SLAPP. Juga sebagai bentuk untuk memperingati warga di Desa lainya untuk tidak berbuat macam – macam. Jika dilihat hampir sebagian besar orang orang yang mendapat panggilan polisi adalah tokoh – tokoh kunci yang cukup kritis memperjuangkan haknya yang di rampas oleh PT BTIIG. Sebelumnya juga lima orang warga Desa Topogaro dan Tondo di panggil polisi dan kemudian di gugat oleh perusahaan dengan tuntutan 14 miliar.
Kawasan Huabao Industrial Park Investment Grup Co., Ltd yang terletak di Kec Bungku Barat Kab Morowali merupakan kawasan industri yang di kendalikan penuh oleh PT Zhensi Holding Grup dengan wajah Bahosua Taman Industri Invesment Grup (BTIIG) Komposisi sahamnya terdiri dari Zhensi Indonesia Industrial Park 51%, Beijing Shengyue Oriental Invesment Co., Ltd 10,28%, PT Kejayaan Emas Persada 27,45%, dan PT Himalaya Global Investment 11,27%. Dengan nilai investasi sebesar 14 triliun rupiah, untuk produksi blok besi nikel dan nikel hidroksida, merupakan bahan baku penting untuk stainless steel serta baterai energi baru kelas atas.
Saat ini ada dua tenant yang akan beroperasi di dalam kawasan PT IHIP yaitu PT Shousi Indonesia Invesment Grup dan PT Beishi Indonesia Invesmnet Grup kedua perusahaan tersebut memiliki relasi bisnis dengan Zhensi Holding Grup dan orang – orang yang sama berada dalam struktur penting di PT BTIIG.
Luas kawasan PT IHIP sebesar 20.000 Ha di Desa Wata, Tondo, Ambunu, Topogaro, Upanga, Larebonu dan Wosu dengan metode pembagunan dua tahap. Tahap satu yang sedang berjalan di Desa Tondo, Topogaro dan Ambunu. Pembagunan kawasan ini sebagai bagian dari zona percontohan kerja sama internasional berkualitas tinggi di bawah “One Belt, One Road Inisiative”.
Dalam catatan Walhi Sulteng, pertengahan hingga menjelang akhir tahun pada Juni – Oktober 2024. Ada 15 orang warga di lingkar industri nikel berurusan dengan kepolisian dan upaya hukum lainya. PT IMIP 7 orang dan PT IHIP 8 orang. pemanggilan polisi tersebut terjadi setelah warga melakukan protes atas masalah yang di timbulkan oleh perusahaan seperti dampak lingkungan akibat PLTU Captive PT IMIP di Desa Labota dan masalah penggunaan jalan di Desa Topogaro, Tondo, dan Ambunu oleh PT BTIIG.
Pasal yang digunakan dalam pemanggilan warga, rata – rata menggunakan undang – undang Nomor 3 tahun 2020 pasal 162 tentang pertambangan dan minerba. Menganggap bahwa gerakan yang dilakukan oleh masyarakat menganggu atau merintangi aktivitas perusahaan.
Pemerintah terlihat gagal melindungi dan menjamin kesejahteraan masyarakat dan pekerja di tengah – tengah kepungan industri nikel dengan agenda hilirisasi. Justru malah memfasilitasi kepentingan industri nikel dengan berbagai kebijakan – kebijakanya. Kedepanya akan banyak warga berurusan dengan polisi akibat melakukan protes terhadap dampak lingkungan dan sengketa agraria yang tidak pernah selesai. Maka seterusnya akan menjadi korban.
Atas uraian di atas Walhi Sulteng mendesak pemerintah untuk menghentikan upaya pembungkaman warga yang dilakukan oleh PT BTIIG dan PT IMIP. Segera lakukan audit dan pengawasan ketat terhadap aktivitas industri nikel untuk melindungi warga dari ancaman dampak lingkungan dan keselamatan pekerja.
Narahubung
085343806525 : Yusman WALHI Sulteng
082215534058 : Wandi WALHI Sulteng