Berdasarkan data geoportal momi ESDM, di Kab Banggai Kepulauan (Pulau Peling) terdapat 39 izin lokasi pertambangan berstatus WIUP dan IUP, tersebar di 5 kecamatan yaitu Kec Liang, Bulagi, Bulagi Selatan, Peling Tengah dan Buko Selatan dengan luas secara keseluruhan 4036,06 Ha.
Ada 38 izin berstatus WIUP dan 1 IUP, terdapat di 25 desa. Saat ini aktivitas perusahaan tersebut sedang berproses untuk meningkatkan izinya menuju IUP. Sosialisasi, Konsultasi amdal dan pengambilan sampel terus di lakukan di setiap desa. Akan tetapi kehadiran perusahaan banyak mendapat penolakan dari masyarakat yang tidak menginginkan kampungnya/Lipu dalam Bahasa Bangkep, rusak untuk kegiatan pertambangan.
Batuan karst/ domato penyebutan umum oleh orang bangkep, menjadi sasaran untuk di tambang. Hampir seluruh daratan pulau peling Kab Bangkep, terdapat gugusan kars. Baik yang di atas tanah berbentuk gunung maupun di dalam tanah berbentuk rongga. Jika aktivitas pertambangan tersebut beroperasi tentu akan membahayakan kehidupan manusia. Sebagian besar metode panambangan batu gamping menggunakan blasting/peledak. Getaran ledakan bisa memicu keretakan pada rongga – ronga kars. Sementara formasi gugusan kars bangkep saling berkaitan antara satu dan lainya.
Kars menyimpan banyak potensi sumber daya alam untuk kehidupan manusia di Pulau Peling, salah satunya sumber mata air yang keluar dari rongga – ronga batuan. Selain itu terdapat tanaman umbi – umbian/ bete yang hidup di atas tanah yang melapisi batuan, tanaman khas yang di kenal ialah ubi banggai.
Tanamam ubi banggai, bagaikan simbol kehidupan masyarakat di pulau peling. Kehadiranya memiliki cerita mitos yang cukup panjang. Seluruh masyarakat menjadikan tanaman tersebut sebagai tumpuan/benteng ekonomi keluarga, selain mereka melaut dan bertani menanam kelapa, cingkeh, mente, pala, dan palawija. Hampir setiap kepala keluarga di pulau peling memiliki lahan untuk tanaman ubi tersebut.
Imran ketua BPD Desa Balayon, biaya untuk kehidupan sehari – hari seperti sembako hasil dari ubi banggai, bahkan untuk membiayai anak sekolah, bagun rumah, beli motor sumbernya juga dari tanaman ubi banggai. Tanam bete tersebut tidak bisa terpisahkan dari kehidupan orang Banggai Kepulauan. “Bahkan orang di luar sana menyebut torang dari pulau peling ini penghasil dan pemakan bete.”
Pertanian ubi banggai, memiliki cara yang cukup unik, tradisional, dan sedikit mistis. Metode tersebut hampir semua masyarakat yang menanam ubi banggai menggunakanya. Mulai cara membuka lahan, menanam, perawatan, dan panen. Ada 20 jenis tanaman ubi banggai, yang populer orang kenal dengan bahasa lokal ialah
Dahulu belum ada beras untuk di jadikan bubur, ubi banggai jenis pusus di gunakan untuk makanan bayi umur 2 – 6 bulan. Bahkan sampai hari ini masih terus di gunakan oleh masyarakat untuk makanan bayi.
Sistem nomaden pindah – pindah lahan di gunakan dalam cara bertani ubi banggai, tidak bisa hanya menggunakan satu lahan saja. Ketika lahan yang sudah di gunakan/tanam, di gunakan kembali maka tanaman ubi tersebut tidak akan tumbuh. Ia harus menggunakan lahan baru. Selain itu, tanaman ubi banggai tidak boleh menggunakan pestisida sama sekali. Nutrisi tanah dari sisa lapukan rumput dan kayu yang telah di bersihkan kemudian di bakar.
Satu orang petani harus menyiapkan lima bidang lahan dengan luas ¾ are untuk merotasi waktu, durasi dari tanam ke panen biasanya memakan waktu 5 – 6 bulan lamanya. Lahan setelah di tanami maksimal lima tahun, baru boleh di garap/gunakan kembali untuk menanam.
Tahap pembersihan, penanaman, hingga panen, semua dilakukan dengan cara gotong royong. Laki – laki, perempuan serta pemuda semua memiliki peran masing dalam prosesnya. Dalam bahasa lokal gotong royong untuk membersihkan lahan di sebut potomboni obut kombung. Perempuan biasanya berperan untuk membersihkan rumput dalam bahasa lokalnya obut, sementara laki – laki membersihkan pohon kecil, nantinya akan menjadi tiang tempat menjalarnya ubi banggai dalam bahasa lokal disebut matampe.
Proses penaman laki – laki bertugas membuat lubang, anak – anak/pemuda menyiapkan bibit di lubang yang telah di tugal, dan perempuan memotong kulit ubi banggai beserta isinya untuk bibit. Menamam dilakukan secara bersama – sama.
Hadirnya rencana pertambangan batu gamping di pulau peling Banggai Kepulauan, sangat mengancam eksistensi tanaman ubi banggai yang mempunyai nilai historis tinggi. Setiap panen pertama ubi banggai di rayakan dalam bentuk syukuran yang di beri nama malabot tumbe/montomisi. Semua masyarakat membawa hasil panen pertamanya ke rumah ibadah untuk di bacakan doa dan sebagian di sumbangkan.
Konon cerita “Ubi banggai berasal dari manusia, 7 orang bersaudara di negeri cina, satu orang anak terakhir rela menjadi ubi, setelah ayam berkokok anak tersebut berubah menjadi ubi. Kabar tersebut di dengar oleh orang – orang, ubi tersebut di bawa berlayar untuk di tanam. Semua daerah di lalui dimana tempat persinggahan ubi di tanam. Akan tetapi ubi tersebut tidak pernah tumbuh. Barulah di pulau peling tumbuh dan dinamakan ubi banggai hingga saat ini.”
Setiap perayaan sukuran panen awal ubi banggai malabot tumbe/montomisi, sejarah/cerita tersebut di bacakan. Agar semua orang mengetahui asal usulnya dan tidak putus sampai ke generasi selanjutnya.
Harga ubi banggai di jual persatu bois/bakul Rp 350.000 dengan isi 24 – 30 biji, tergantung ukuran besaranya. Ada juga di jual eceran 4 – 5 biji dengan harga Rp 50.000 masing – masing petani, rata – rata mendapatkan hasil Rp 5000.000 – 10.000,000 per satu kali musim tanam dan panen.
Hasil panen di manajemeni oleh masyarakat dengan di bagi tiga, untuk bibit disimpan di dalam para – para, konsumsi sendiri, dan di jual.
Tambang batu gamping masuk ke pulau peling Bangkep, melakukan permohonan melalui Forum Penataan Ruang (FPR), permohonan tersebut menjadi angenda rapat di tingkatan OPD bangkep tanggal 31 juli 2023, Pembahasan Kesesuaian Ruang Periode Juni – Juli 2023.
Sebagian besar konsesi tambang batu gamping di Bangkep, masuk dalam kawasan lahan produktif masyarakat menanam ubi banggai. Lahan tersebut merupakan lahan tradisional yang di gunakan dalam sistem nomaden. Jika pertambangan batu gamping beroperasi, maka ada banyak faktor yang akan berdampak.
Masyarakat akan kehilangan sumber ekonomi utama dan panganya, sebab ubi banggai menjadi pengganti beras bagi masyarakat di pulau peling Bangkep. Tradisi gotong royong, syukuran hasil panen, dan cerita keberadaan ubi banggai juga akan hilang. Di ketahui ubi banggai hanya tumbuh di dua pulau di Sulawesi Tengah yaitu pulau Peling dan Banggai Laut. Beberapa kali dilakukan uji coba di tanama di wilayah lain seperti Luwuk, Poso, dan Parigi tanaman tersebut tidak tumbuh.
Ubi banggai dan batuan karst sangat tidak bisa di pisahkan, ia memiliki kaitan yang cukup kuat. Imran ketua BPD Balayon, “ jika tanah yang banyak domatonya maka pertumbuhan ubi banggai sangat bagus dan hasil buahnya bulat dan besar. Jika tanah kurang domatonya biasanya buahnya lonjong.”
Narahubung
085343806525 : Yusman WALHI Sulteng
082215534058 : Wandi WALHI Sulteng