London, 26 April 2024. WALHI, perwakilan masyarakat dari Sulawesi Tengah beserta Friends of the Earth (FOE) grup yang berbasis di Belanda dan UK melakukan aksi protes di depan kantor pusat Astra Internasional dan di depan Mandarin Oriental, yang keduanya merupakan milik dari Jardine Matheson. Aksi protes ini dilakukan untuk menuntut Jardine Matheson mengembalikan tanah rakyat di 13 desa di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat, yang dia rampas melalui empat anak perusahaannya, yaitu PT Mamuang, PT Lestari Tani Teladan, PT Agro Nusa Abadi dan PT Sawit Jaya Abadi 2.
Sebanyak 2.485 Kepala Keluarga terdampak dengan total wilayah yang berkonflik seluas 5.856 hektar. Seluas 3.966 hektar dari 14.742 hektar konsesi HGU PT Lestari Tani Teladan dan PT Mamuang berkonflik dengan masyarakat, artinya hanya 26% dari luas HGU milik PT Lestari Tani Teladan dan PT Mamuang yang dituntut masyarakat untuk dikembalikan. Sedangkan PT Agro Nusa Abadi, hingga kini beroperasi secara illegal di tanah milik masyarakat tujuh desa di kabupaten Morowali Utara dengan luasan 19.675 hektar. Sedangkan luasan tanah yang dituntut untuk dikembalikan hanya seluas 890 hektar, dengan kata lain hanya 5,7% dari luas wilayah yang dikuasai secara illegal oleh PT Agro Nusa Abadi. Sedangkan luas tanah yang dituntut masyarakat untuk dikembalikan oleh PT Sawit Jaya Abadi 2 adalah seluas 750 hektar, ini hanya 8,8% dari luas wilayah yang dikuasai PT SJA 2 yang mencapai 8.500 hektar.
Bukan hanya perampasan tanah, anak perusahaan milik Jardine Matheson ini juga melakukan intimidasi, kekerasan bahkan kriminalisasi kepada masyarakat. Hingga saat ini sebanyak 36 orang masyarakat yang mendapatkan pengancaman, 28 orang dikriminalisasi (10 orang dipenjara dan 18 orang dipanggil oleh polisi), dan 1 orang harus meninggal akibat mengalami trauma akibat upaya kriminalisasi. Sedangkan aktor yang paling banyak melakukan kriminalisasi dan intimidasi adalah polisi, disusul oleh preman perusahaan dan terakhir TNI. Beberapa tuduhan yang sering dipakai untuk mengkriminalisasi adalah tuduhan mencuri buah sawit, pengerusakan, mempertahankan tanah/menduduki lahan orang lain, dan pengancaman. Berdasarkan Analisa Genesis Bengkulu, deforestasi yang terjadi akibat operasi tujuh anak perusahan Astra Agro Lestari di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat per 2015 hingga 2022 seluas 26.315 hektar.
Aulia Hakim, Manager Kampanye WALHI Sulteng menyampaikan bahwa “Praktik buruk perusahaan perkebunan sawit di Sulteng semacam Group Astra ini harus segera ditindaki, pulahan tahun perusahaan-perusahaan ini beroperasi dan mendapatkan keuntungan dari praktik yang kotor, kriminalisasi dan intimidasi terhadap masyarakat dan praktik illegal tanpa HGU, bukan tidak lain mempertontonkan bahwa tata kelola perkebunan sawit di Sulteng sangat buruk, terlebih 41 perusahaan sawit di Sulteng beroperasi secara illegal tanpa HGU termasuk dua anak perusahaanya yang tengah berkonnflik dengan masyarakat”
Lanjutnya, bahwa pemerintah parlemen di Inggris juga harus lebih berani untuk memberikan hukuman terhadap perusahaan-perusahaan yang berasal dari negaranya yang kemudian membuat konflik secara terus menerus dengan masyarakat di Sulawesi Tengah, terang Aulia
“Saya jauh-jauh ke London, meninggalkan anak saya yang masih dua tahun, hanya untuk dapat menyampaikan langsung kepada bapak Jardine Matheson untuk dapat mengembalikan tanah saya untuk dikembalikan. Saya juga mewakili kawan-kawan saya yang lain, tidak ingin lagi menunggu terlalu lama lagi, sebab kami sudah tidak dapat lagi hidup dengan situasi yang dimiskinkan oleh Astra, selama puluhan tahun”, tutur Nengah Wantri (48 tahun), yang merupakan perwakilan komunitas dari Lalundu, Rio Mukti, Sulawesi Tengah.
Selain melakukan protes di depan kator pusat Astra Internasional milik Jardine Matheson, perwakilan masyarakat yang didampingi oleh WALHI, Friends of the Earth England, Wales, Northen Ireland (FOE EWNI), dan Friends of the Earth Netherlands (Milleudefensie) juga bertemu dengan beberapa anggota parlemen United Kingdom (UK) untuk menyampaikan situasi yang dialami oleh masyarakat.
Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional juga mengatakan “kami membawa kasus anak perusahaan Astra Agro Lestari (AAL) ke Inggris karena kami ingin meminta pertanggungjawaban pemerintah dan parlemen Inggris atas praktik buruk AAL di Indonesia. Ada banyak entitas di Inggris yang mengambil keuntungan dari penderitaan yang ditanggung masyarakat. Jardine Matheson, pemilik Astra, adalah warga negara Inggris dan merupakan penerima terbesar dari praktik buruk ini. Tak hanya itu, Unilever dan HSBC juga menimbun keuntungan dari operasional Astra. Kami juga menuntut Jardine Matheson segera mengembalikan tanah masyarakat dan menuntut Unilever tidak membeli kelapa sawit dari AAL serta HSBC tidak lagi memberikan pendanaan pada Astra selama AAL tidak mengembalikan tanah masyarakat.”
Sudah sepuluh costumer brands internasional yang memutuskan berhenti membeli minyak dari AAL, ini menjadi bukti bahwa AAL memiliki tata kelola sawit yang buruk. “Jika pemerintah selalu mengklaim bahwa tata kelola sawit Indonesia tidak seburuk yang dikampanyekan, maka sekaranglah saatnya pemerintah bertanggungjawab dengan cara menyelesaikan konflik antara masyarakat dan AAL serta memberikan sanksi pada AAL akibat aktifitas illegal dan deforestasi yang mereka lakukan,” tutup Uli.