WALHI Sulteng melalui Research Consortium on Indonesia Nickel Mining (INM) Desak Investor Industri Nikel di Indonesia Bertanggung Jawab Atas Pelanggaran HAM dan Pencemaran Lingkungan.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Bangkok, 16-19 September 2025,  Research Consortium on Indonesia Nickel Mining (INM)) yang tergabung Rights Colab, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) Institut Mosintuwu, Perempuan Mahardhika, dan Satya Bumi, menghadiri pertemuan 7th United Nations Responsible Business and Human Rights Forum bertempat di Bangkok, Thailand.

Forum ini dilaksanakan setiap tahun melibatkan berbagai pemangku kepentingan di kawasan Asia-Pasifik termasuk pemerintah, organisasi masyarakat sipil, pembela hak asasi manusia, serikat pekerja, akademisi, organisasi internasional, lembaga hak asasi manusia nasional, perusahaan bisnis, asosiasi industri, pengacara, aktivis, dan jurnalis, pertemuan kali ini membahas tentang bisnis dan hak asasi manusia HAM.

Melalui forum ini WALHI Sulawesi Tengah juga tergabung dalam Research Consortium on Indonesia Nickel Mining (INM) menyoroti situasi darurat HAM dan lingkungan yang terjadi di jantung industri nikel Indonesia, yakni di wilayah Morowali, Morowali Utara, Banggai, dan Tojo Una-Una. Di wilayah-wilayah ini, ekspansi besar-besaran industri nikel telah menimbulkan berbagai pelanggaran serius, mulai dari kerusakan ekosistem, pencemaran udara akibat aktivitas smelter, perampasan ruang hidup masyarakat, hingga kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan hak-haknya.

Lebih jauh, WALHI mencatat adanya pola yang mengkhawatirkan terkait investasi nikel yang didominasi modal asing, terutama dari Tiongkok, yang kerap mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keberlanjutan lingkungan. Situasi ini terlihat nyata di tiga kawasan industri utama: Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP), dan Stardust Estate Investment (SEI) yang selama ini dikenal sebagai pusat konsentrasi kerusakan lingkungan dan konflik sosial di Sulawesi Tengah.

Dalam isu pencemaran lingkungan WALHI Sulawesi Tengah melalui hasil risetnya  menemukan Sungai Desa Bahodopi dan Labota terdapat jejak kromium heksavalen dengan jejak (0,075 mg/L). Kedua sungai ini sangat dekat dengan kawasan IMIP serta di hulu sungai terdapat beberapa aktivitas tambang yang paling besar konsensinya adalah PT Bintang Delapan Mineral (BDM). Lalu tingkat polusi udara makin hari makin mengkhawatirkan kesehatan buruh dan masyarakat lokal data Sementara data dari Dinkes Kesehatan Sulteng yang dirilis pada 9 Oktober 2024 lalu, prevalensi penderita ISPA pada 2023 di Bahodopi berjumlah 55. 527 pada tahun 2023. Saat ini hingga triwulan tiga tahun 2025, mencapai 46.793 kasus. Tak luput dari bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang sangat merugikan masyarakat tersebut.

Situasi serupa juga terjadi di kawasan industri nikel lainnya, seperti Gunbuster Nickel Industry (GNI). Praktik-praktik perusakan lingkungan yang terjadi di sekitar wilayah operasi perusahaan turut dirasakan langsung oleh masyarakat. Salah satu dampak nyata adalah munculnya penyakit kulit berupa gatal-gatal yang dialami sedikitnya lima warga, termasuk anak-anak berusia empat tahun hingga lansia. Penyakit ini sebelumnya tidak pernah dialami oleh warga sebelum aktivitas perusahaan berjalan, sehingga kuat dugaan bahwa pencemaran lingkungan dari aktivitas industri menjadi penyebab utama. Kasus ini mencerminkan kegagalan korporasi dan negara dalam memastikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat di sekitar kawasan industri.

Salah satu kasus terbaru terjadi di kawasan Indonesia Huabao Industrial Park (IHIP), Morowali, di mana 10 warga dikriminalisasi setelah melakukan aksi blokade untuk mempertahankan jalan tani mereka pada tahun 2024. Dari jumlah tersebut, lima orang digugat secara perdata oleh pihak perusahaan, sementara lima lainnya terus menerima surat pemanggilan dari Polda Sulawesi Tengah. Langkah-langkah ini dinilai sebagai bentuk intimidasi hukum yang menargetkan warga demi membungkam protes atas perampasan ruang hidup.

Beberapa isu diatas menjadi sorotan WALHI Sulawesi Tengah yang coba disampaikan melalui forum internasional ini, tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga menghasilkan komitmen nyata untuk menegakkan prinsip-prinsip  HAM secara adil dan setara, terutama di sektor pertambangan yang sarat konflik. Mereka juga menyerukan tanggung jawab negara dan korporasi dalam melindungi hak-hak masyarakat lokal, pekerja, dan lingkungan hidup dari dampak buruk industri ekstraktif.

Narahubung

082215534058 : Wandi Manajer Kampanye WALHI Sulawesi Tengah

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :