Karut marut investasi nikel Tiongkok di Sulawesi Tengah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Cadangan nikel di Pulau Sulawesi sebesar 2,6 Juta Ton tersebar di Sulawesi Tenggara, Selatan, dan Tengah. [1]Di Sulawesi Tengah jumlah izin pertambangan nikel mencapai 113 izin IUP dan OP tersebar di empat Kabupaten yaitu Kabupaten Morowali 53 izin dengan luas 118.139 Ha, Morowali Utara 38 izin luas 69.156 Ha, Kabupaten Banggai 21 izin luas 61.752 Ha, dan Kabupaten Tojo Una – una 1 izin luas 10.800 Ha.

Aktivitas pertambangan nikel di Kab Morowali dimulai pada tahun 2008 hingga saat ini, PT Bintang Delapan Mineral (BDM) merupakan penambang pertama yang mengeksploitasi secara massif ore nikel dari perut bumi morowali dengan [2]luas konsesi 20.765 Ha. [3]Walaupun sebelumnya sudah ada PT Inco yang berubah menjadi PT Vale, terlebih dahulu memiliki konsesi nikel dalam bentuk kontrak karya (KK).

Lahirnya UU No 4 Tahun 2009, menjadi cikal bakal mendaratnya modal Tiongkok di Morowali dan Morowali Utara. PT BDM perusahaan pertama yang memulai kerja sama dengan Sanghai Decent Invesment anak perusahaan Tsinghan Grup asal Tiongkok pada tahun 2013. Proses penandatangan MoU tersebut di saksikan langsung oleh presiden Xi Jinping dan Susilo Bambang Yudhoyono. Hasil kerja sama tersebut melahirkan kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park/IMIP. Pertama beroperasi di resmikan oleh presiden Jokowi pada tahun 2014.

Program hilirisasi dan Transisi Energi/Dekarbonisasi, menjadikan nikel sebagai komoditas penyelamat dunia dari krisis iklim. Hingga saat ini Kab Morowali dan Morowali Utara tak henti – hentinya di datangi modal Tiongkok untuk membangun Industri Nikel. Sudah ada tiga kawasan Industri besar yang berdiri, yaitu Indonesia Morowali Industrial Park, Stardust Estate Invesment, dan Huabao Industrial Park.

Semangat untuk mendorong nilai tambah dalam program hilirisasi nikel, agar masyarakat bisa sejahtera, tidak berjalan sesuai dengan harapan. Daya rusak akibat hadirnya pertambangan dan industri nikel di Morowali dan Morowali Utara menjadi masalah yang serius belum terselesaikan hingga saat ini.

Banyak masyarakat Nelayan mata pencaharian akibat dampak lingkungan di sekitar kawasan industri, tanah petani di ambil paksa untuk kepentingan pembangunan kawasan, serta banyak masyarakat yang tinggal di kawasan industri setiap hari menghirup udara tidak sehat akibat aktvitas PLTU Captive dengan ribuan Mega Watt.

Pekerja di perhadapkan dengan upah murah, fasilitas buruk, dan sistem keselamatan kerja (SMK3) yang tidak pernah di perbaiki sehingga para pekerja harus berhadapan dengan maut ketika sedang berkeja. Banyak pekerja yang menjadi korban akibat insiden fatality, kecelakaan lalulintas, perbaikan, dan produksi. Tidak sedikit yang meninggal dan cacat permanen akibat anggota tubuhnya cedera karena kebakaran dan terpotong besi. Informasi detail tentang kondisi tersebut termuat dalam riset “Karut marut investasi nikel Tiongkok di Sulawesi Tengah”.

Karut Marut Investasi Nikel Tiongkok

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :