Tuntutan Walhi Sulteng Bersama Serikat Petani Petasia Morowali Utara (Foto Walhi Sulteng 2021)

Menanti Pertangungjawaban Negara atas Konflik dan Kriminalisasi Dilakukan Astra Agro Lestari

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Jakarta (17/03/23). Dua perusahaan internasional pekan lalu memutuskan berhenti membeli Crude Palm Oil  (CPO) dari sawit di perusahaan Indonesia. PepsiCo dan FrieslandCampina menyusul enam perusahaan internasional lainnya seperti L’Oréal, Nestle, Hershey’s, Procter & Gamble, Colgate-Palmolive and Danone menangguhkan Astra Agro Lestari (AAL) dari rantai pasok minyak sawit mereka. Hal ini disebabkan AAL merusak ekologis serta melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dengan melakukan perampasan tanah dan kriminalisasi kepada rakyat dan petani di Sulasewi Tengah dan Sulawesi Barat. Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah sebanyak 10 petani telah dikriminalisasi dengan motif yang relative sama, yaitu tuduhan mencuri buah sawit, pendudukan lahan tanpa izin dan pengancaman.

Pasca ditangguhkan perusahaan internasional, alih-alih menunjukan tindakan perbaikan, AAL justru memperketat penjagaan di kawasan perkebunan sawitnya. Ambo Enre, Ketua Serikat Petani Petasia Morowali Utara Sulawesi Tengah menyampaikan bahwa beberapa hari terakhir, puluhan personil kepolisian dari satuan Brigade Mobil (Brimob) bersenjata lengkap menjaga kawasan yang dikuasai PT. Agro Nusa Abadi (ANA) salah satu anak perusahaan AAL.

“Saya dan petani lainnya didatangi Brimob bersenjata lengkap, mereka melarang kami beraktivitas, karena mereka bilang kawasan itu milik perusahaan. Tidak ada tindakan perbaikan dari AAL, justru intimidasi semakin massif mereka lakukan” kata Ambo.

Ambo menambahkan, bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan tegas dari pemerintah. “ Mau minta cabut izin, izin apa yang mau dicabut, PT. ANA kan tidak punya izin. pemerintah seharusnya langsung ambil alih kawasan tersebut, lalu segera kembalikan tanah milik petani dan kami juga mau bebaskan kawan kami Gusman dan Sudirman, serta berhenti mengkriminalisasi dan mengintimidasi masyarakat, ” tutupnya.

Gusman dan Sudirman ditahan setelah Pengadilan Negeri (PN) Poso menyatakan bahwa mereka terbukti bersalah mencuri buah sawit milik PT. ANA. Yansen Kudimang, salah satu kuasa hukum Gusman dan Sudirman menyatakan bahwa mereka menemukan kontradiktif dalam putusan PN Poso tersebut. “ Yang menjadi dasar penuntut umum adalah izin lokasi dan izin usaha perkebunan, dua dasar ini berkaitan dengan tanah, namun dalam putusan hakim menyatakan ini sebagai pidana murni. Tidak diuraikan persoalan tanahnya, dimana PT. ANA beroperasi tanpa HGU di atas tanah milik Gusman dan Sudirman yang telah dikelola sejak sebelum PT. ANA ada di sana” jelas Yansen.

Sunardi Katili, Direktur Walhi Sulawesi Tengah mengatakan bahwa kompleksitas konflik agraria ini merupakan tanggung jawab negara. “Negara seharusnya bertanggung jawab atas apa yang dialami masyarakat di lingkar PT. ANA, PT Mamuang dan PT. LTT, secara khusus tiga kemeterian yaitu KLHK, ATR/BPN dan Kementerian Pertanian dan Perkebunan,” kata Sunardi.

Dia juga menambahkan bahwa perjuangan yang Walhi dan petani sawit lakukan tidak akan berhenti pada penangguhan delapan perusahaan internasional, melainkan hingga hak-hak rakyat kembali, yaitu tanah dan hak untuk mendapatkan hidup yang aman dan baik.

Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional menyatakan bahwa apa yang dilakukan AAL ini merupakan potret industry sawit di Indonesia yang masih dipenuhi cerita konflik, pelanggaran HAM serta pengerusakan lingkungan dan hutan.

Berhentinya perusahaan-perusahaan internasional membeli minyak sawit (CPO) dari perusahaan Indonesia harusnya mendorong pemerintah memperbaiki tata kelola sawit.

“ Menurut kami sudah saatnya pemerintah berhenti menerbitkan izin-izin baru perkebunan sawit skala besar, sembari melakukan perbaikan tata kelola dengan melakukan evaluasi izin, penyelesaian konflik dan penegakan hukum atas perusahaan yang melakukan pelanggaran dan kejahatan kepada rakyat serta lingkungan hidup. Dibutuhkan juga terobosan baru dengan memberlakukan skema blacklist bagi perusahaan ataupun penerima manfaat dari perusahaan yang selama ini melakukan pelanggaran dan kejahatan, ” tutup Uli.

Narahubung :

Uli Arta Siagian (Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional)

Sunardi Katili (Direktur Walhi Sulteng)

Aulia Fikram Hakim (Kadep Advokasi Walhi Sulteng, 085161263873)

 

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :