Tahun 2020 Kab Bangkep di tetapkan sebagai kawasan ekosistem esensial (KEE) oleh Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE) KLHK dengan rujukan regulasi PP Nomor 28 Tahun 2011. Penetapan tersebut karena hampir 97% daratan wilayah Pulau Peleng terdapat batuan karst yang masuk kategori ABKT (Areal Bernilai Konservasi Tinggi).
Kabupaten Bangkep adalah kabupaten yang terletak paling timur di ujung Propinsi Sulawesi Tengah dengan memiliki 1 pulau besar berbentuk menyerupai huruf M dan pulau – pulau kecil lainya berjumlah 229 pulau. Luas daratnya 2.448,79 Km², terdapat 141 desa yang tersebar di 12 Kecamatan dan 2 kelurahan, serta jumlah penduduknya 120.142 jiwa yang berprofesi sebagai petani dan nelayan.
Luas bentangan karst di pulau peleng membuat para investor tergiur untuk melakukan eksploitasi terhadap batuan yang memiliki kandungan kapur tersebut, dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk produksi semen dan proses pemisahan mineral logam (emas nikel) yang bercampur dengan tanah. Berdasarkan data portal Momi ESDM Minerba One Map Indonesia (esdm.go.id) terdapat 14 perusahaan yang telah esisting di 4 kecamatan 9 desa yaitu Kec Bulagi, Liang, Buko Selatan dan Bulagi Selatan dengan status I IUP OP dan 14 lainya masih WIUP, luasanya mencapai 1.753 Ha.
Data olahan Walhi Sulteng 2023
Selain yang esisting saat ini, ada sebanyak 28 perusahaan lagi yang sedang memohon penyesuaian tata ruang ke Forum Penataan Ruang Bangkep (FPR) 31 Juni 2023 untuk melakukan aktivitas pertambangan dan juga menurut PTSP Bangkep Pak Bahar masih ada total 44 Perusahaan yang sedang memohon izin usaha untuk melakukan penambangan batu gamping RDP Selasa 10 Oktober 2023.
Masifnya investasi penambangan batuan gamping yang rencana dilakukan di Pulau Peleng, akan membawa malapetaka bagi kehidupan masyarakat sekitar, sebab model penambangan yang dilakukan untuk menghancurkan batuan karst tersebut dan akan mengambil kapurnya dengan menggunakan bahan peledak (dinamit), selain itu juga pembukaan lahan skala luas serta aktivitas kenderaan pengangkut dan sedimentasi yang akan jatuh ke laut. Informasi ini di dapatkan pada sosialisasi dan konsultasi amdal oleh PT Sumber Alam Adika di Desa Boyomoute Pada Tanggal 28 September 2023 di Kantor Balai Pertemuan desa.
Hasil penelitian Lipi pada tahun 2017 dan BPEE KLHK batuan karst yang ada di pulau peleng Bangkep memiliki fungsi ekosistem penyangga utama bagi kehidupan masyarakat (Pertanian Sumber Air Bersih) dan endemic lainya. Karena memiliki kemampuan untuk menyerap jutaan meter kubik air hujan setiap tahun untuk mencukupi seperempat kebutuhan air bersih. Kawasan karst tersebut juga berperan dalam menyerap CO2 dari atmosfer. Untuk proses karstifikasi melepaskan kembali CO2, sehingga rata-rata CO2 yang terserap cukup besar.
Terdapat gua – gua dan sungai bawa tanah, beberapa sungai bawah tanah kolam – kolam air yang terjebak di dalam chamber gua, banyaknya ditemukan mata air pada celah batuan, merupakan system hidrologi karst, dengan pola pengairan multibansial. Batu gamping terumbu didominasi oleh tipe aliran diffuse dan fissure, kedua tipe aliran pada batu gamping berkontribusi sangat besar mensuplai sungai bawah tanah yang berkontribusi pada aliran mata air yang keluar.
Pola pengairan sungai bawa tanah tipe multibansial (Hidrologi Karst) Sumber peta Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial, Direktur Jenderal Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Berdasarkan hasil indentifikasi lapangan Walhi Sulteng semua desa – desa yang masuk dalam konsesi tambang batu gamping memiliki tipe mata air sama, keluar dari celah batuan dan berada di atas perkampungan, air tersebut keluar dengan jernih dan dimanfaatkan langsung oleh masyarakat untuk kebutuhan konsumsi dan pertanian.
Air merupakan kebutuhan paling vital di pulau peleng jika dilihat dari pola sebaran pemukiman semua berdekatan dengan sumber air bersih dan jika di satu wilayah tidak memiliki air maka wilayah tersebut tidak akan di tinggali. Pentingnya sumber air bagi kehidupan manusia di pulau itu Pemda menginisiasi peraturan daerah nomor 5 Tahun 2024 tentang perlindungan mata air. Sampai saat ini juga di beberapa desa ada yang masih mengalami kesulitan air bersih bahkan di Ibu Kota Kabupaten Kota Salakan masih mengalami macet air bersih. Desa Alul Kec Bulagi jika pada musim kemarau masyarakat harus mengeluarkan uang sebesar Rp 400,000 untuk membeli air per tangkinya.
Dampak yang akan terjadi jika seluruh konsesi tambang batuan gamping beroperasi ialah akan hilangnya sumber air bersih bagi kehidupan masyarakat, sebab sasaran dari eksploitasi pertambangan batuan gamping ialah batuan karst yang memproses adanya air bersih, bahkan hasil riset KLHK dan LIPI telah memberikan rekomendasi untuk berhati – hati dalam pengelolaan batuan karst di pulau peleng, bentangan karstnya memiliki keunikan dan saling terkait antara satu sama lain, jika di satu wilayah mengalami kerusakan tidak menutup kemungkinan akan berdampak pada wilayah lainya.
Dengan logika Pendapatan Asli Daerah (PAD) izin – izin tambang tersebut di persilahkan hadir dengan bermodalkan rekomendasi kesesuaian ruang, tanpa ada kajian terlebih dahulu Rekomendasi kesesuaian ruang PT Sumber Alam Adika. Padahal Kabupaten Bangkep sendiri telah memiliki Perda Pengelolaan Karst Nomor 16 Tahun 2019 yang point utamanya tidak membenarkan adanya kegiatan ekstraktif berpotensi merusak bentangan karst, jika terjadi kerusakan maka akan membutuhkan waktu 200 Tahun lamanya untuk pulih kembali KLHK 2023 BPEE.
Selain air bersih sektor pertanian di Pulau Peleng juga sangat bergantung pada hidrologi karst, pola pertanian yang dilakukan oleh masyarakat ialah dengan tipe subsistem tanaman yang sebagian di konsumsi dan di jual, seperti umbi – umbian, sayur mayur, serta kacan tanah. Tanaman tahunan yang di kembangkan seperti jambu mente, cengkeh, dan kelapa. Tanaman tahunan ini tumbuh hanya di beberapa wilayah yang ketebalan tanahnya tinggi seperti di kec Buko Selatan dan Bulagi Selatan. Adapun di Kec Liang dan Bulagi hanya terdapat di beberapa spot pengunungan menurut Papa Ocin masyarakat Desa Balayon pernah menamam cingkeh akan tetapi tingkah pertumbuhanya kurang baik hal itu di karenakan tanahnya tidak memiliki ketebalan, sebab di bawah tanah terdapat batu – batuan.
Tanaman bulanan menjadi andalan sebagian besar masyarakat di Pulau Peleng terutama tanaman ubi banggai, tanaman ubi ini menjadi tanaman yang khas, hampir di semua masyarakat menamanya, sebab tanaman ini dapat tumbuh di mana saja asalkan masih di daratan pulau banggai peleng dan tidak dapat tumbuh di wilayah lainya. Daratan Kabupaten Luwuk yang terdekat dengan gugusan Pulau Banggai Peleng juga tidak dapat tumbuh. Ubi Banggai sebagai tanaman pangan pengganti beras bagi masyarakat pulau peleng serta tumpuan mata pencaharian utama selain melaut.
Pak Iman BPD Desa Boyomoute Kec Liang, untuk biaya kebutuhan hari – hari dan menyekolakan anak hanya dari hasil ubi banggai harga per satu boiz mencapai Rp 300,000 – 400,000 di jual di pasar lokal dan kirim ke luwuk, tergantung ukuran besaranya. Sistem tanam ubi banggai dengan memanfaatkan lahan seadanya dengan pindah lahan atau yang di kenal nomaden per 3 tahun harus pindah ke lahan yang baru dan lahan yang lama dibirkan, kemudian kembali setelah 3 tahun akan di garap kembali. Sebab pertanian di pulau peleng sebagian besar tidak menggunakan pestisida atau pupuk.
Ubi banggai adalah tanamam yang memperkuat pratana sosial hampir diseluruh daratan pulau peleng, melakukan aktivitas penamanya harus dilakukan secara gotong royong antar dan lintas keluarga serta pada saat musim panen tiba akan di adakanya sukuran dengan melibatkan seluruh masyarakat desa. Hasil panen ubi banggai di serahkan ke rumah ibadah sebagai sumbangan, kegiatan ini di kenal dengan sebutan montomisi. (Bahasa Lokal)
Titik konsesi WIUP dan IUP Tambang batu gamping sebagian besar masuk dalam wilayah pertanian produktif dan jika beroperasi tentu akan menghancurkan sektor tersebut, misalnya di Desa Boyomoute dan Lelangmatamaling batas konsesi tepat 100 meter dari pemukiman masyarakat, hal tersebut di ketahui dengan adanya patok yang di pancang oleh tim perusahaan.
Bencana ekologis seperti longsor juga menjadi ancaman masyarakat jika perusahaan tersebut beropersi, hampir sebagian besar pemukiman masyarakat di pulau peleng berada di pesisir pantai dengan ketinggian 0 – 500 Mdpl dengan kemiringan 20 – 30 drajat dan lokasi titik pertambangan berada di ketinggian 700 – 800 Mdpl, tepat berada di atas perkampungan masyarakat dan desa – desa yang berada di sekitar pertambangan kategori ring 1 jika beroperasi maka desa – desa sekitar paling terdepan yang akan merasakan dampaknya. Ada beberapa kejadian di Kec Liang dimana masyarakat menggali lubang mata air dan menemukan adanya rongga di bawah tanah dan di sekitar kota salakan ada sekitar dua rumah yang mengalami amblas mengakibatkan 1 orang korban, hal ini membuktikan jika di daratan Pulau Peleng juga memiliki rongga bawa tanah yang tercipta dari gugusan karst tersebut.
Air Bersih, Pertanian, Perikanan, dan Bencana Ekologis akan menjadi sektor paling terdampak jika pertambangan batu gamping beroperasi, empat sektor tersebut merupakan rantai utama bagi kehidupan manusia di pulau peleng, jika hilang maka bencana kemanusiaan berkepanjangan akan menghantui bagi 3200 kk jumlah penduduk yang ada di 9 desa yang menjadi sasaran pertambangan batuan gamping.
Walhi Sulteng melihat, pemerintah daerah harus menjadi garda terdepan untuk mengantisipasi masalah yang akan terjadi kedepan di Pulau Peleng, terutama menghentikan seluruh proses permohonan izin pertambangan batuan gamping dan mencabut seluruh izin – izin yang sedang esisting baik statusnya WIUP dan IUP, jika tidak maka pemerintah daerah menjadi aktor utama yang menciptakan bom waktu bagi kehidupan di Pulau Peleng pada masa yang akan datang.
Narahubung
Wandi Advokasi dan Kampanye (0822-1553-4058)