Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Se-Sulawesi Minta Presiden Prabowo Moratorium Izin Tambang Berikut Tujuh Rekomendasinya

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Prabowo Subianto telah resmi menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8 pada sidang paripurna MPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming telah membaca sumpah di hadapan anggota DPR-MPR yang menandai bahwa mereka berdua telah sah dan resmi
menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024-2029.

“Pemimpin yang baik, akan terpanggil untuk menghadapi yang tidak mungkin dan mencari jalan agar yang tidak mungkin, kita atasi”, demikian pernyataan tegas Prabowo Subianto dalam pidato perdananya sebagai kepala negara. Dalam penggalan pidato tersebut, jelas Presiden RI ke-8 ini menjanjikan untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh Rakyat Indonesia.

Selain itu, pada pidato pertamanya sebagai Presiden RI ke-8, Prabowo secara menggebu-gebu menyampaikan bahwa pemimpin harus bekerja untuk rakyat. Pemimpin harus bekerja keras untuk mewujudkan kemerdekaan dan kesejahteraan bagi rakyat. Bahkan yang saat ini viral, Prabowo meminta seluruh pejabat di Indonesia untuk
mengeluarkan rakyat dari ketakutan, kebodohan, kemiskinan, penindasan.

Karena makna kemerdekaan adalah kehidupan rakyat yang sejahtera tanpa kemiskinan. Sebagai organisasi lingkungan hidup di Pulau Sulawesi, yang sekaligus juga bagian dari rakyat Indonesia yang memiliki kehendak untuk hidup sejahtera, berkelanjutan dan selaras
dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat, Aliansi Sulawesi atau WALHI se-Sulawesi sangat perlu menyikapi, merespon dan memperlihatkan kenyataan yang terjadi di Pulau Sulawesi. Juga memberi rekomendasi kepada Prabowo Subianto agar pernyataan yang
disampaikan pada saat berpidato dapat terwujud, khususnya menjauhkan masyarakat indonesia dari kemiskinan.

Saat ini, akibat kebijakan Jokowi selama 10 tahun, krisis ekologi akibat penghancuran lingkungan terjadi sangat masif di Pulau Sulawesi. Hutan hujan dihancurkan, sungai-sungai  tercemar lumpur dan logam berat, udara dicemari polusi, hingga pesisir laut juga tercemar limbah pabrik dan lumpur tambang. Selain itu, kota-kota di Pulau Sulawesi juga dikotori oleh sampah. Kondisi-kondisi tersebut atau penghancuran lingkungan ini terjadi karena selama lima tahun terakhir, Joko Widodo memberikan kemudahan izin bagi pengusaha untuk membangun dan
mengembangkan bisnis ekstraktif di Pulau Sulawesi, sementara sistem perlindungan lingkungan dan sosial negara terus diturunkan. Bagi kami, kebijakan Jokowi Ini sama halnya dengan menghancurkan ekologi Pulau Sulawesi secara perlahan-lahan.

Perusakan lingkungan hidup di Pulau Sulawesi akibat kebijakan pembangunan yang ekstraktif ditambah lemahnya sistem perlindungan sosial lingkungan negara, tidak hanya menghancurkan ekosistem penting di Sulawesi, namun secara langsung ikut menghancurkan mata pencaharian masyarakat Sulawesi. Dan kami juga percaya bahwa penghancuran lingkungan yang terjadi di Pulau Sulawesi ini juga terjadi di semua pulau, provinsi di Indonesia.

Buktinya, selama 5 tahun terakhir, Indeks ekonomi di provinsi di Sulsel tidak mengalami kenaikan yang signifikan. malah yang terjadi jumlah penduduk miskin di Pulau Sulawesi terus meningkat dan terus mengalami kenaikan. Artinya, ekonomi ekstraktif yang dibangga-banggakan oleh pemerintahan Jokowi secara nyata hanya memberi manfaat dan keuntungan yang sangat besar bagi pengusaha. Sementara petani, nelayan, pedagang kecil dan perempuan hanya mendapat polusi, lumpur dan dampak negatif lainnya. Dalam pernyataan WALHI se-Sulawesi ini, kami perlu menunjukkan beberapa penyebab  kerusakan lingkungan dan potensi kerusakan lingkungan yang lebih signifikan di masa depan bila Prabowo Subianto tidak melakukan aksi penyelamatan lingkungan dan kehidupan rakyat:
1. Ekspansi tambang mineral yang terus menghancurkan ekosistem hutan hujan  Sulawesi dan Menghilangkan mata pencaharian petani, nelayan hingga perempuan di Sulawesi.
Tambang nikel di Sulawesi telah berlangsung lama di Pulau Sulawesi. Namun tidak semasif saat ini. Sejak Pemerintahan Presiden Joko Widodo menjalankan program hilirisasi nikel lalu memberikan kemudahan izin pembangunan pabrik pengolahan nikel di Sulawesi, izin-izin dan aktivitas tambang nikel di Sulawesi meningkat drastis.
tambang-tambang nikel semakin masif yang berakibat pada penghancuran ekosistem hutan, pencemaran sungai dan pesisir-laut hingga banjir lumpur di pemukiman-pemukiman warga. Disisi
lain, sumber-sumber penghidupan masyarakat juga hilang akibat
penghancuran ekosistem hutan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Bahkan kedepan akan semakin banyak petani dan perempuan tani yang kehilangan mata pencahariannya karena lahan-lahan mereka digusur oleh perusahaan. Sekarang, tidak hanya hutan Sulawesi dihancurkan. Sungai, pesisir dan laut Sulawesi dicemari lumpur, limbah dan logam berat. Tidak hanya kebun-kebun masyarakat yang akan gusur. Tetapi keselamatan dan kebebasan para pejuang HAM dan lingkungan yang melakukan pembelaan juga terancam. Semua orang, baik masyarakat biasa ataupun aktivis yang melakukan protes dan demonstrasi akan
diserang dan dikriminalisasi.

  1. PLTU Industri semakin memperburuk kualitas lingkungan, khususnya udara di Sulawesi, dan menurunkan kualitas kesehatan masyarakat lokal dan pekerja di kawasan industri mineral.
    Lagi-lagi sejak Jokowi mengumumkan untuk menjalankan dan mengembangkan program hilirisasi mineral, khususnya hilirisasi nikel, kawasan-kawasan industri terus dibangun di beberapa kabupaten di Sulawesi. Setidaknya ada lima kawasan industri yang telah dibangun dan beroperasi di Sulawesi. Kemudian, ada empat kawasan industri yang akan dan sementara dibangun di Sulawesi. Banyaknya kawasan industri pengolahan nikel di Sulawesi tidak hanya memasifkan pertambangan nikel, tetapi juga memperbanyak PLTU kawasan industri atau PLTU
    Captive untuk menggerakan pabrik-pabrik pengolahan nikel. Tentu saja dengan banyaknya PLTU kawasan industri yang terbangun, telah menimbulkan dampak lingkungan yang serius berupa polusi udara yang sangat berbahaya. Dampaknya, kualitas kesehatan masyarakat, khususnya para pekerja menurun. Masyarakat lokal yang hidup, bermukim dan beraktifitas di area kawasan industri setiap hari menghirup udara yang dicemari oleh asap dari hasil pembakaran batu
    bara yang keluar dari cerobong PLTU Captive. Begitu juga dengan para pekerja, baik pria apalagi perempuan. Setiap hari mereka harus bekerja di pabrik yang udaranya kotor, juga hidup di pemukiman yang udaranya terpapar asap PLTU. Sementara, perusahaan yang mempekerjakan para buruh tidak memberikan para pekerja gaji yang besar beserta tunjangan kesehatan sebagai kompensasi bekerja di lingkungan udara kotor. Begitu pun masyarakat lokal, mereka tidak mendapat kompensasi biaya kesehatan karena setiap pagi, siang, sore hingga malam menghirup udara yang kotor.

  2. Perluasan satu juta hektar kebun sawit akan mempercepat penghancuran Pulau Sulawesi Setelah sebagian ekosistem hutan di Sulawesi dihancurkan oleh tambang nikel, ekosistem hutan lainnya di Sulawesi, khususnya yang tidak memiliki kandungan mineral juga sedang terancam dihancurkan oleh ekspansi perkebunan sawit. Baru-baru ini, muncul lagi rencana pengembangan perkebunan dan industri sawit di Pulau Sulawesi, yang akan membentang dari Provinsi Sulawesi Selatan hingga Provinsi Sulawesi Utara. Mega proyek bernama Sulawesi Palm Oil Belt ini kabarnya akan gunakan lahan seluas satu juta hektar.
    Dikutip dari website GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) disebutkan bahwa lahan-lahan potensial untuk perkebunan sawit masih sangat luas tersebar di Sulawesi. Di Sulawesi Selatan (Sulsel) seluas 100.000 hektar, Sulawesi Tenggara 290.000 hektar, Sulawesi Barat 120.000 hektar, dan Sulawesi Tengah 300.000 hektar. Lalu, Gorontalo 95.000 hektar, dan Sulawesi Utara 70.000 hektar.
    Sisanya, masih dalam proses identifikasi. Bila rencana ini dijalankan, maka area-area hutan di Sulawesi juga akan dialih fungsikan untuk perkebunan sawit. Kondisi ini tentu semakin diperparah dengan
    melihat fakta bahwa Pulau Sulawesi telah kehilangan 906.100 Ha hutan primer basah selama periode 2002-2023 dan ada sekitar 2,2 Juta hektar tutupan pohon yang hilang pada periode yang sama (Global Forest Watch). Dengan demikian sumber-sumber kehidupan masyarakat, ruang hidup perempuan akan hilang. ini, Atas persoalan-persoalan yang kami jelaskan diatas, tentu kami berharap agar pemerintah Presiden Prabowo Subianto menjadi antitesa pemerintahan Joko Widodo, walaupun Prabowo selama 5 tahun terakhir bekerja sebagai pembantu Presiden Joko Widodo. Namun hari Prabowo Subianto harus menjadi Presiden yang bisa menjawab persoalan-persoalan masyarakat. Presiden yang berpihak pada rakyat dan lingkungan, khususnya di Pulau Sulawesi.

Kami percaya bahwa Prabowo Subianto mengetahui persoalan yang terjadi di Sulawesi dan memahami akar masalah atas perusakan lingkungan dan pemiskinan masyarakat di Pulau Sulawesi. Maka dari itu, kami mendesak kepada Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto untuk berani menjadi solusi dari persoalan yang terjadi di Sulawesi dan konsisten terhadap pernyataannya. Kami akan terus mengawal pemerintah Prabowo Subianto dan akan terus mengkritik kebijakannya, terutama bila berpotensi menambah kerusakan lingkungan dan memiskinkan masyarakat di Pulau Sulawesi. Oleh karena itu, kami WALHI se-Sulawesi, yang terdiri dari WALHI Sulawesi Tengah, WALHI Sulawesi Barat, WALHI Sulawesi Tenggara dan WALHI Sulawesi Selatan merekomendasikan kepada Presiden Republik Indonesia ke-8, Prabowo Subianto, sebagai berikut:

  1. Selamatkan Pulau Sulawesi. lindungi segenap kehidupan bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia di Pulau Sulawesi.
  2. Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja. Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja adalah penurunan standar dan sistem perlindungan lingkungan- sosial di Indonesia.
  3. Moratorium penerbitan izin tambang mineral dan batuan di Pulau Sulawesi, secara  khusus tambang nikel. Review atau tinjau ulang perizinan dan aktivitas tambang di Pulau Sulawesi. Lakukan audit lingkungan dan sosial di semua izin tambang yang beroperasi di Sulawesi, khususnya yang menimbulkan dampak lingkungan dan
    berkonflik dengan masyarakat adat dan lokal.
  4. Batalkan proyek Sulawesi Palm Oil Belt
  5. Moratorium penerbitan izin dan pembangunan PLTU Captive (PLTU kawasan industri)
  6. Cabut Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 tentang Ekspor Pasir Laut dan Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Ekspor Pasir Laut.

WALHI SULAWESI TENGAH
WALHI SULAWESI BARAT
WALHI SULAWESI TENGGARA
WALHI SULAWESI SELATAN
SELURUH RAKYAT

KORBANPERUSAKANLINGKUNGANDIPULAUSULAWESI

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :