Presiden Jokowi mencabut 2.078 izin di sektor pertambangan, 192 izin sektor kehutanan dan 137 izin di sektor perkebunan. Sebagaimana yang tertuang dalam SK KLHK Nomor 01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan pada tanggal 6 Januari 2022. Jokowi mengklaim, bahwa pencabutan izin merupakan bentuk upaya pemerintah dalam hal memperbaiki tata kelola serta pemerataan sumber daya alam, dan juga melihat izin-izin yang sebelumnya telah dikeluarkan namun tidak ada langkah rencana kerja dari para pemegang izin.
Di Sulawesi Tengah sendiri dari total luasan konsesi yang dicabut dan di evaluasi, ada 5 izin konsesi tertuang dalam SK KLHK tersebut, 4 izin dicabut seluas 93.834 Ha, yaitu SK No. 34/Kpta-II/01 untuk PT. Pasuruan Furnindo Industri (PFI) seluas 47.915 Ha dan SK.40/Menhut – II/06 PT. Riu Mamba Karya Sentosa (RMKS) seluas 34.610 Ha terletak di Kabupaten Poso tepatnya di kawasan Gunung Biru dan Napu, SK No. 391/KPTS – II/1992 PT. Kawisan Central Asia (KCA) seluas 3.444 Ha di Kecamatan Balantak Kabupaten Banggai dan SK No. 772/KPTS-II/1989 PT. Tamaco Graha Krida (TGK) seluas 7.865 Ha di Kabupaten Morowali serta SK No. 146/Kpts.II/96 PT. Berkat Hutan Pusaka (BHP) dievaluasi seluas 13.400 Ha terletak di Kabupaten Banggai, PT. BHP ini merupakan kerjasama antara Inhutani dengan PT. Kurnia Luwuk Sejati (KLS).
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah menilai pencabutan izin konsesi hutan harus benar-benar dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat di wilayah konsesi tersebut berada sekaligus dapat mengembalikan ekosistem hutannya, bukan malah nantinya dialihkan pengelolaannya kepada perusahaan skala besar atau korporasi besar, demikian dikatakan Sunardi Katili, SH.
Walhi Sulteng juga menilai pemerintah seharusnya lebih menyasar perusahaan-perusahan dan juga izin-izin yang tengah bermasalah seperti PT Agro Nusa Abadi di Kabupaten Morowali Utara yang beraktifitas selama 15 tahun namun sampai saat ini tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU) dan IUP-B, yang ada malah petani di kriminalisasi dengan tuduhan pencurian sawit yang tidak berdasar.
Begitupun dengan PT Hardaya Inti Plantation di Kabupaten Buol yang juga dalam catatan Walhi Sulteng diduga bermasalah dalam hal pelepasan kawasan hutan seluas 9.964 hektare untuk areal perluasan perkebunan dan penanaman di luar HGU. Perusahaan ini juga mengkriminalisasi dua orang petani dengan tuduhan pencurian sawit.
Demikian juga dengan izin di sektor pertambangan seperti PT Citra Palu Mineral yang berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan cukup besar, apalagi dalam prakteknya perusahaan ini di duga menerobos kawasan hutan. Masyarakat Kota Palu perlu khawatir dengan perusahaan ini, sebab potensi pencemaran terhadap salah satu sumber air bersih masyarakat Kota Palu berada di Poboya tempat perusahaan ini beroperasi. Hal lainnya yang perlu di khawatirkan adalah bahwa kota Palu dilalui oleh sesar Palu Koro yang belum lama memporak-porandakan Kota Palu dan sekitarnya. Praktek pertambangan diatas sesar aktif patut untuk kita waspadai secara bersama.
Pencabutan izin perusahaan oleh Pemerintah Pusat juga harus seiring dengan melakuan evaluasi terhadap seluruh perizinan di sektor pertambangan maupun perkebunan sawit yang berada di Sulawesi Tengah. Evaluasi ini harus segera dilakukan untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dari segi penerbitan izin, pendapatan daerah, upaya menyelesaikan konflik agraria dan mencegah degradasi lingkungan di masa depan.
Narahubung :
Aulia Hakim 082284140164 (Pengkampanye Walhi Sulteng)