10 Tahun Terlantar, WALHI Sulteng bersama Masyarakat Transmigrasi Kancu’u Datangi Kantor Bupati Tuntut Kejelasan Status dan Tanah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Selasa, 11 Juni 2024 Siang, Masyarakat Transmigrasi Kancu’u yang tergabung dalam Kelompok Perjuangan Masyarakat Transmadoro (KPMT) bersama Solidarias Perempuan (SP) Sintuwu Raya Poso, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Poso, Yayasan Panorama Alam Lestari (YPAL) Poso dan beberapa organisasi mahasiswa melakukan aksi mendatangi Kantor Bupati Poso menuntut status transmigrasi dan status lahan.

Aksi tersebut dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan dan ketidakpastian atas status transmigrasi selama 10 tahun, tak ada SK satupun yang diberikan oleh pemerintah sebagai legitimasi dan juga tak ada kejelasan mengenai Lahan Usaha 1 (LU 1) dan Lahan Usaha 2 (LU 2) yang harus dikelola oleh masyarakat.

Awalnya masa aksi tidak diperbolehkan masuk ke kantor bupati dengan dalih bahwa maysarakat lebih tepat berdiskusi dengan Dinas Transmigrasi. Namun, masa aksi menolak dan bersikeras untuk bertemu bupati guna menyampaikan tuntutan dan mendengarkan secara langsung jawaban dari bupati selaku kepala daerah yang dapat mengambil keputusan dan kebijakan. Sayangnya Ibu Bupati Poso tidak berada di tempat dan hanya diwakili Abdul Kahar Latjare Asisten 2 bidang Ekonomi dan Pembangunan Kantor Bupati Poso.

Dalam aksi tersebut masa melakukan orasi dengan menyampaikan fakta-fakta yang terjadi dan situasi terkini serta persoalan di Transmigrasi Kancu’u. Diantaranya, Kehadiran perkebunan sawit PT Sawit Jaya Abadi (SJA) tahun 2008 di Wilayah Kecamatan Pamona Timur Kabupaten Poso, menjadi salah satu penyebab penderitaan panjang bagi masyarakat sekitar kawasan Izin Lokasi (Inlok) dan transmigrasi Kancu’u di Pamona Timur. Selain itu kerusakan dan pencemaran lingkungan serta kehilangan salah satu sumber penghidupan masyarakat juga terjadi seperti mengeringnya Danau Toju serta hilangnnya ikan di Danau Toju akibat aktifitas perkebunan sawit yang merambah Danau Toju.

Selain itu, Pemerintah sampai detik ini tidak memberikan kejelasan atas status Wilayah Transmigrasi Kancu’u. Lahan usaha yang seharusnya disediakan  untuk masyarakat sebagai tanggung jawab pemerintah dan PT. SJA sebagai pemegang izin pelaksana transmigrasi, nyatanya hingga 10 tahun lamanya tidak jelas realisasinya. Alih – alih mendapatkan sertifikat tanah lewat program transmigrasi justru masyarakat di bebankan hutang sebesar Rp 98,000.000 dengan dalih mengganti biaya operasional penanaman sawit, pembelian bibit dan perawatan.  Beban utang yang di berikan kepada masyarakat tanpa ada kesepakatan bahkan tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu baik oleh pemerintah maupun PT Sawit Jaya Abadi. Sementara skema plasma yang di sampaikan oleh pemerintah sebagai bagian dari plasma sawit PT. SJA 2, pula hingga saat ini tidak memiliki kejelasan. Masyarakat hanya di minta untuk memanen, dengan pembagian 10% untuk masyarakat dan 90% keuntungan PT. SJA2, dengan dalih untuk membayar hutang tersebut.

Selian itu Fasilitas yang tidak layak juga sering di keluhkan oleh masyarakat di wilayah transmigrasi kancu’u. Khususnya Untuk Ibu dan Anak yang ada di transmigrasi Kancu’u, fasilitas seperti puskesmas, akses pendidikan, dan sarana prasarana lainya masih jauh dari kata layak. Untuk sekedar memperoleh obat-obatan saja, Ibu-ibu harus menempuh jarak yang jauh dan beresiko. Situasi ini menjadi lebih sulit dan parah lagi jika terjadi pada Ibu hamil.

Upaya penuntutan Hak-hak tersebut  sudah sering dilakukan oleh masyarakat transmigrasi kancu’u. Upaya-upaya semisal Hearing, rapat multi pihak, mendatangi bupati, intansi terkait dan gubernur, semua sudah dilakukan. Namun, tetapi persoalan ini tak kunjung mendapatkan titik terang. Ada beberapa tuntutan masyarakat yang ingin di capai untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi yaitu :

  • Realisasikan SHM terhadap lahan LU1 dan LU2 di Transmigrasi kancu’u
  • Hapuskan hutang yang di bebankan kepada masyarakat transmigrasi kancu’u
  • Perjelas tata batas Desa Kancu’u dan Desa Tiu untuk mempercepat proses pengukuran lahan yang akan di sertifikatkan dan menghindari konflik antar masyarakat
  • Penuhi Hak dasar kesehatan dan pendidikan masyarakat Transmigrasi kancu’u
  • Penuhi hak dasar administrasi (KTP dll) masyarakat Transmigrasi kancu’u

Hasil dari hearing dan aksi bersama tersebut,  Asisten 2 Bupati poso menerima semua apa yang menjadi tuntutan perempuan dan warga transmigrasi kancu’u dan disepakati bersama akan melakukan pertemuan para pihak yang akan menghadirkan seluruh pihak-pihak terkait (Bupati Poso, Pemda Poso, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BPN Poso,Pemerintah Desa Kancu’u, Pemerintah Desa Tiu dan Camat Pamona timur) tanpa terwakili, pada tanggal 8 Juli 2024.

Pada akhir audiensi, masyarakat telah menghentikan aksi dan bersiap untuk membubarkan diri dengan. Tinggal menunggu berita acara untuk segera di print dan di ttd bersama oleh masyarakat dan Asisten 2 Bupati. Anehnya, dalam proses menunggu tersebut, Asisten 2 Bupati Poso justru lari meninggalkan kantor bupati dengan cara sembunyi-sembunyi. Meninggalkan masyarakat yang menunggu berita acara tersebut di cetak. 3 jam lamanya masyakaat menunggu berita acara tersebut ternyata tidak ada dan asisten 2 telah meninggalkan kantor Bupati poso dan tidak memberikan informasi sama sekali kepada masyrakat yang telah menunggu. Situasi smepat memanas karena tindakan tidak terpuji dari asisten 2 bupati tersebut. Namun, dapat di redam dengan ketentuan masyarakat akan tetap menunggu pertemuan Para Pihak tanggal 8 Juli di Transmadoro dan jika tidak terlaksana, masyarakat akan kembali melakukan aksi dengan masa yang lebih banyak.

 

 

 

 

Narahubung : SANDY (Manajer Kajian Analisis, dan Pendampingan Hukum)

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :