Sumber Mata Air Terakhir Dalam Kepungan Tambang Galian C Palu Donggala

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Di tengah Kondisi kepungan industri ekstraktif berupa tambang pasir dan batuan wilayah Pesisir Palu Donggala dengan puluhan perusahaan mengelilingi pemukiman warga yang beraktivitas melakukan eksploitasi sumber daya alam secara masif sehingga diduga berdampak terhadap polusi udara.

Debu tambang  akibat aktivitas ekstraksi yang menyelimuti permukaan, setiap hari dirasakan oleh warga mulai dari tidur hingga bangun tidur. Maka menyebabkan penyakit gangguan infeksi saluran pernapasan sebanyak 2422 orang dari data Puskesmas Tipo Anuntodea tahun 2023 Kelurahan Buluri. Makin was-was warga lingkar industri pertambangan karena ancaman kehilangan sumber mata air terakhir.

Sumber mata air yang tersisa atas kepungan industri kini juga terancam, WALHI Sulteng menemukan ada tiga titik air di Kelurahan Buluri  satu titik  air bertempat Valoli yang melintas di bawah mesin crusher di RT 3 yang masih dikonsumsi oleh warga 30 kk.

Dua mata air tersebut adalah Uwentumbu, dan Taipa baki yang berjarak hanya 300 meter dari area pertambangan, bahkan parahnya disekitar mata air terdapat debu tebal yang menempel di dedaunan pohon. Sebagai sumber air utama yang digunakan oleh warga 1.308 kk  untuk kebutuhan sehari-hari seperti mencuci, minum, dan lain-lain.   

Tak dipungkiri lagi, bahwa sungai di Kelurahan Buluri sebelum ada aktivitas pertambangan masih dimanfaatkan oleh warga untuk kebutuhan rumah tangga, dampak tambang yang ekstraktif berpengaruh terhadap debit air dan keruh air berwarna kecoklatan yang diduga telah terkontaminasi aktivitas tersebut  yang mengakibatkan krisis air bersih

Sumber mata air yang tersisa di Kelurahan Buluri dimanfaatkan warga sebaik baik mungkin untuk keberlangsungan. Bahwa kehilangan sumber mata air adalah kehilangan sumber kehidupan, Disis lain  eksploitasi tetap berlangsung menghilangkan sumber daya yang tersisa khususnya yang menjadi kekhawatiran warga adalah sumber mata air terakhir. Ketika air hilang maka warga mengalami kehilangan kehidupan.   

Ironisnya, Pemerintah Sulawesi Tengah mengabaikan dan melakukan pembiaran eksploitasi terus berlangsung tanpa melakukan tindakan tegas terhadap pelaku perusak lingkungan. Justru malah diberikan karpet merah kepada pelaku usaha pertambangan pasir dan bantuan dengan menerbitkan putusan penanganan debu pada kegiatan pertambangan salah satunya, Pelaku usaha wajib melakukan penyiraman minimal dua kali sehari sesuai arahan dokumen lingkungan/termasuk jalan hauling. 

Kontak Persone

Wandi   : 082215534058

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :