Menjelang Momentum Hari Air Internasional, yang jatuh pada setiap tanggal 22 Maret, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah bekerja sama dengan Yayasan Tanah Merdeka (YTM) melakukan diskusi Lintas Gerakan dengan Tema “Bersama Rakyat Lawan Privatisasi Air” pada hari Rabu tanggal 21 Maret 2018.
Diskusi tersebut dilatarlelakangi dari situasi yang berkembang saat ini. Dimana dalam sistem kapitalime, air sebagai sumber kehidupan bagi manusia telah mengalami berbagai macam ancaman nyata. Misalnya, Privatisasi oleh korporat, tercemar akibat sampah dan limbah korporat, akses air yang sulit dan semacamnya. Sehingga perlu ada upaya-upaya serius yang harus dilakukan untuk mencegah semakin terprivatisasinya air, serta untuk membangun prespektif bersama soal keberlangsungan air bagi kehidupan dimuka bumi ini.
Dalam diskusi ini juga menghadirkan Dua narasumber yang cukup familiar dalam dunia gerakan di Sulawesi Tengah. Antara lain Arianto Sangadji sebagai Peneliti Sosial dan John Lusikooy sebagai pejuang lingkungan yang juga tergabung dalam Front Aksi untuk Rano Poso (FARP).
Arianto Sangadji sebagai narasumber pertama banyak menjelaskan air dalam kerangka sistem kapitalisme. Dimana menurut dia, air dalam kapitalisme telah menjadi komoditi untuk melipatgandakan keuntungan oleh kelas pemodal. Dalam penjelasannya bahwa “ Melihat problem air itu harus dalam kerangka kapitalisme. Hari ini, kita mau bicara apa saja, kapitalisme itu memang hadir ditengah-tengah kita. Mengutip sebuah frase Anto (sapaan akrabnya) menjelaskan bahwa, pasar menentukan segala hal dalam kehidupan kita. Dari cara berfikir, mengambil keputusan, sampai dengan soal-soal yang kompleks semacam ini. Dia menambahkan, keharusan pasar telah mempengaruhi kita semua. Apa yang disebut sebagai pasar adalah kapitalisme. Jadi kalau kitas bicara air hari ini, mau tidak mau kita harus coba melihatnya dalam kerangka kapitalisme. Hal tersebut tidak bisa dilihat sebagai sesuatu yang terpisah atau lain dari problem kapitalisme hari ini”. tutur Antho.
John Lusikooy sebagai pejuang lingkungan, saat pemaparannya, banyak menjelaskan soal danau Poso dan aktifitas PT. Poso Energi yang berada di desa Sulewana.
Saat ini, John Lusikooy dan teman-teman yang tergabung dalam Front Aksi untuk Danau Poso (FARP) tengah melakukan perlawanan terhadap wacana pembongkaran Jembatan Pamona yang akhir-akhir ini tengah hangat diperbincangkan.
Menurut dia, upaya pembongkaran tersebut tidak terlepas dari kepentingan pihak PLTA Poso Energi. Kita ketahui, ketergantungan PT. Poso Energi terhadap danau Poso sangat besar, sehingga upaya-upaya yang dilakukan terhadap rencana pembangunan kota wisata di Kota Tentena, Kabupaten Poso syarat dengan kepentingan pelipatgandaan keuntungan. John Menjelaskan Bahwa “ Privatisasi hari ini telah bermetamorfosa mejadi luar biasa, Lingkungan dihancurkan, hak akses, hak kerja, hak ekosopsipol masyarakat hancur, sehingga ini perlu menjadi perhatian serius”.
Dalam kesempatan lain, Abd. Haris direktur Walhi Sulteng menjelaskan bahwa, RUU Air saat ini sudah masuk dalam badan legislasi DPR-RI dan tinggal menunggu untuk diparipurnakan dan disahkan menjadi undang-undang. Namun menurut dia, dalam RUU itu, masih terdapat Poin-poin yang seharusnya menjadi kajian serius. Hal tersebut berkaitan dengan poin-poin dalam RUU yang ada, masih banyak yang abstrak. Selain itu ada beberapa poin yang justru masih membukakan celah terhadap pihak swasta dalam pengelolaan air. Sehingga ini perlu menjadi perhatian serius.
Diskusi ini dihadiri oleh sekitaran 30-an orang peserta, dari berbagai macam latar belakang. Baik dari Organisasi mahasiswa, CSO dan Warga Tentena yang sekarang berdomisili dikota Palu. Dari semuanya yang hadir, terlihat keseriusan dan antusias yang tinggi hingga kegiatan ini berakhir.
Diakhir kegiatan, para peserta diberikan kesempatan untuk melakukan sesi foto bersama dengan narasumber yang telah hadir memberikan materi dalam diskusi tersebut. (K.E)