Meskipun telah mendapatkan sertifikat kepemilikan tanah sebagai bukti hukum kepemilikan atas tanahnya, namun perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Mamuang tetap bersikukuh bahwa kebun yang ditempati dan dikelola oleh Hemsi adalah kebun milik perusahaan. Kemarin Senin 10 Agustus 2020 PT. Mamuang melayangkan Somasi terhadap Hemsi.
Surat Somasi bernomor LECO/155/EXT/MMG/VI/2020 yang ditandatangani Jumali selaku adminstratur PT. Mamuang yang tetap mengklaim sebagai pemilik lahan kebun kelapa sawit di Desa Martasari Kecamatan Pedongga Kabupaten Pasangkayu Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Nomor 1 Tahun 1997.
Dalam Somasinya Jumali menuduh Hemsi telah melakukan perbuatan melawan hukum. Karena menurut Jumali sejak tahun 2006 sampai saat ini telah menduduki lahan kebun sawit milik PT. Mamuang dan melakukan aktifitas panen tanpa hak dengan luasan 43 hektar di Blok 26 Afdeling OC yang diklaim merupakan areal HGU milik perusahaan.
Sebab itu tindakan Hemsi menurut perusahaan telah mengakibatkan kerugian karena perusahaan tidak dapat melakukan aktifitas panen di lahan tersebut. Sebagaimana diketahui sebelumnya atas alasan yang sama PT. Mamuang Telah melakukan kriminalisasi terhadap Hemsi dalam proses peradilan di Pengadilan Negeri Pasangkayu tanggal 25 Maret 2019 yang dikuatkan kembali dengan putusan Pengadilan Tinggi Makassar tanggal 11 Juni 2019 yang memutuskan Hemsi telah terbukti melakukan tindak pidana pencurian dan menjatuhkan hukuman pidana 5 bulan penjara.
Putusan pengadilan ini tidak bisa menjadi acuan klaim perusahaan atas tanah Hemsi dan petani lain di Rio Pakava. Putusan ini bukan putusan perdata yang secara sah dan meyakinkan pengadilan menyatakan bahwa tanah tersebut adalah lahan HGU.
Faktanya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah mengakui kepemilihan lahan Hemsi dengan mengeluarkan setifikat tanah. Ini membuktikan bahwa Hemsi secara sah berhak kepemilikan tanah tersebut sekaligus mematahkan tuduhan PT. Mamuang atas pencurian buah sawit dan pendudukan lahan perusahaan yang dilakukan oleh Hemsi dan petani di Kecamatan Rio Pakava.
Karena itu pihak perusahaan kemudian melayangkan somasi kepada Hemsi untuk segera meninggalkan dan mengosongkan lahan itu paling lama tiga kali 24 jam terhitung sejak diterbitkannya surat somasi tersebut. Dan apabila Hemsi dan keluarganya tidak mengindahkan somasi itu maka pihak perusahaan akan melakukan tindakan hukum yang diperlukan.
Atas somasi yang dilayangkan PT. Mamuang ini, kami WALHI Sulawesi Tengah dan menyatakan sikap bahwa :
- Somasi dari pihak perusahaan tersebut tidak berdasar dan sesungguhnya batal demi hukum, karena pihak PT. Mamuang tidak mengakui dan mengindahkan Sertifikat Kepemilikan Tanah (SKT) yang dikeluarkan oleh negara. SKT tertanggal 26 Agustus 2019 yang diterbitkan Kantor Kementerian ATR/BPN RI. Sertifikat tersebut menjadi bukti kepemilikan sah Hemsi dan istrinya Selpiana Rombe Payung dengan total luas kurang lebih 50 hektar yang terletak di Desa Bonemarawa Kecamatan Rio Pakava Kabupaten Donggala.
- Sertifikat lahan yang diterbitkan oleh Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional RI ini juga membuktikan bahwa lahan tersebut tidak berada dalam wilayah administratif provinsi Sulawesi Barat. Melainkan lahan tersebut berada dalam wilayah administratif Provinsi Sulawesi Tengah.
- Sebagaimana yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas dimana hanya Direksi yang berwewenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, dan saudara Jumali tidak mencantumkan surat kuasa dari Direksi Persero untuk melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hal ini Somasi. Sehingga surat Somasi tersebut menurut kami cacat prosedural secara hukum.
- WALHI Sulteng bersama Tim Advokasi Hemsi akan melayangkan jawaban atas Somasi Jumali selaku Administratur PT. Mamuang.
- Hentikan kriminalisasi terhadap petani yang mempertahankan hak atas tanahnya.
Palu, 11 Agustus 2020
Direktur WALHI Sulteng
Abdul Haris