Memanggapi surat somasi PT. Mamuang yang dilayangkan Jumali selaku Administratur anak perusahaan ASTRA tersebut, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) membalas surat somasi tersebut dengan memberikan teguran balik terhadap Jumali. Dalam surat tertanggal 14 Agustus 2020 yang ditandatangani Manager Hukum Lingkungan Eksekutif Nasional WALHI Ronald M Siahaan, S.H.,M.H. selaku perwakilan Tim Advokasi Hukum Hemsi menyatakan bahwa PT. Mamuang, perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia dalam wewenangnya sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, maka yang seharusnya melakukan tindakan hukum dalam hal ini melakukan somasi adalah jajaran Direksi PT. Mamuang.
Sementara yang bertindak untuk dan atas nama PT. Mamuang yang menandatangani surat Somasi hanyalah seorang Administratur tanpa disertai dengan surat kuasa dari Direksi PT. Mamuang. Sehingga somasi yang dilayangkan oleh Jumali tidak punya dasar dan landasan hukum yang kuat.
“Kami Tim Advokasi Hukum Hemsi menolak dengan tegas seluruh dalil-dalil yang diuraikan dalam Somasi No. LECO/155/EXT/MMG/VI/2020 tanggal 10 Agustus 2020 yang juga tidak mempunyai dasar dan fakta hukum yang sesungguhnya” terang Ronald.
Karena itu Ronald menegaskan kepada Jumali sebagai Administratur PT. Mamuang untuk segera mencabut dan menghentikan ancaman tentang Pengosongan Lahan milik Hemsi karena perusahaan tersebut tidak bisa membuktikan lahan HGU PT. Mamuang kepada Hemsi.
“Surat Tanggapan atau Jawaban Somasi ini sekaligus juga somasi atau teguran kami kepada saudara Jumali sebagai Administratur PT. Mamuang dan ditembuskan kepada Gubernur Sulawesi Tengah dan Kapolda Sulawesi Tengah untuk diperhatikan. Dan apabila saudara Jumali sebagai Administratur PT. Mamuang tidak mengindahkan somasi/teguran ini, maka kami akan menempuh jalur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku” Kata Ronald dengan tegas.
Sementara itu saat ditemui di kebun garapannya pada Minggu (16/08/2020), Hemsi menyatakan bahwa somasi seperti ini memang sudah menjadi tabiat pihak perusahaan dan seringkali dilayangkan terhadap petani yang diklaim secara sepihak lahannya oleh PT. Mamuang di Kecamatan Rio Pakava Kabupaten Donggala. Dan setelah melayangkan somasi, acapkali pemanenan dilakukan oleh pihak perusahaan tanpa sepengetahuan dari petani pemilik lahan kebun sawit.
Proses pemanenan ini mendapatkan pengawalan dari oknum aparat kepolisian dari Polres Pasangkayu Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat yang seringkali melakukan tindakan represif terhadap petani yang mempertahankan tanahnya. Padahal tanah yang diklaim PT. Mamuang berada di wilayah administratif Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah yang seharusnya menjadi wilayah yang ditangani oleh Polres Donggala. Karena itu Hemsi menilai bahwa keterlibatan oknum aparat Polres Pasangkayu di wilayah administratif Kabupaten Donggala patut untuk dipertanyakan.
“Reaksi petani atas tindakan represif itulah yang selalu menjadi dalih untuk melakukan kriminalisasi terhadap petani Rio Pakava yang mempertahankan tanahnya. Jika PT. Mamuang memiliki bukti kuat sebagai dasar klaim atas lahan ini, seharusnya mereka melakukan langkah hukum dengan melakukan gugatan perdata, bukan somasi tak berdasar seperti ini” terang Hemsi.