Bank Tanah Yang Merampas Ruang Hidup Rakyat Di Kab.Poso, Sulawesi Tengah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Siarana PERS BERSAMA
Walhi Sulteng, KPA Sulteng, AMAN Sulteng, Solidaritas Perempuan Palu, Solidaritas Perempuan Poso, Perkumpulan Evergreen Indonesia, SLPP Sulteng, JATAM Sulteng, Yayasan Tanah Merdeka, Serikat Nelayan Teluk Palu, Serikat Tani Sigi, BRWA Sulteng, KOMIU, Perkumpulan Bantaya

“BANK TANAH YANG MERAMPAS RUANG HIDUP RAKYAT di Kab.Poso, Sulawesi Tengah”

Palu, 31 Mei 2023, 13 organisasi masyarakat sipil di Sulawesi tengah mendesak dan meminta pemerintah menghentikan praktik buruknya  di sektor agraria. Desakan dan kritik ini dilayangkan setelah hadirnya plang-plang yang bertuliskan BANK TANAH di wilayah  kabupaten Poso.

Sebelumnya didalam rilis resmi website BANK TANAH disebutkan profil asset BANK TANAH yang diklaim di kabupaten Poso meliputi lima desa diantaranya, desa Alitupu, Winowanga, Maholo, Kalimongo dan desa Watutau yang mencakup wilayah administrasi kecamatan Lore Timur dan Lore Piore. BANK TANAH juga mencakup wilayah eks Hak Guna Usaha seluas 7.740 ha, secara rinci BANK tanah mengkliam lahan seluas 4.079 ha sebagai tanah terlantar, juga mencaplok tanah masyarakat yang memilik alas hak seluas 224, 29 ha, serta tanah pemerintah seluas 12, 26 ha.

“Badan Bank Tanah di kabupaten Poso abai melihat relasi sosial-budaya yang telah lama hidup di dataran tinggi Lore. Klaim penguasaan orang Lore yang menggunakan tanah adat di lahan eks HGU (Hak Guna Usaha) PT SIL belum diselesaikan oleh pemerintah, Bank Tanah malah hadir mencaplok lahan-lahan petani-penggarap yang telah mereka garap, ini justru menimbulkan konflik struktural baru yang menyulitkan orang Lore menguasai lahannya” terang Doni Moidady, selaku Kordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulawesi Tengah.

Bersamaan dengan itu, Pemda Poso justru memilih tidak mengintervensi HGU yg telah habis masa berlakunya untuk tidak diperpanjang, sehingga lahan tersebut dikuasai bank tanah. Tambah Doni sapaan akrabnya.

Sejak lama Kementrian ATR/BPN telah merancang dan gencar mempromosikan pembentukan BANK TANAH ini, sejak dalam perumusan RUU Pertanahan (2018-2019), sampai pada saat RUU Pertanahan masuk prioritas Polegnas 2019. Namun dalam perjalannya rancangan RUU Pertanahan itu banyak menuai kritik meluas, sehingga pada akhirnya RUU Pertanahan gagal disahkan karena kerasnya penolakan dan aksi-aksi protes yang meluas hingga ke kampung-kampung.

“Bank Tanah secara praktikal di berbagai negara sangat baik sehingga sangat dibutuhkan. Namun dalam konteks praktek Bank Tanah yg terjadi saat ini dlm konteks praktek di Kabupaten Poso masih terjadi benturan antara masyarakat degan Bank Tanah karena adanya  penetapan sepihak yg dilakukan oleh Bank Tanah terhadap areal yg dalam pengetahuan dan pandangan budaya masyarakat setempat sebagai hak komunitas adat” terang Marzuki, Pengajar Antropologi Fisip UNTAD.

“Bertolak dari fenomena tersebut maka perlu ada peninjuan dan perbaikan terhadap instrumen dan praktik-praktik pelaksanaan aktifitas Bank Tanah.” Tambahnya.

Lebih jauh lagi BANK TANAH ini kemudian disahkan melalui peraturan pelaksana dari Undang-undang Cipta Kerja, yang bnyak menuai protes sepanjang penyusunannya, dan dinilai cacat konstitusional. Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 tentang badan BANK TANAH. Sekalipun telah terbit putusan MK No.91/PUUXVII/2020 tentang pengujian formil UU No.11 Tahun 2020 yang disebutkan dalam amar putusannya menyatakan menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2020.

Hal ini kemudian dilihat menjadi satu parktik perampasan ruang rakyat “Negara seharusnya lebih meprioritaskan lahan-lahan itu untuk diperuntukan ke rakyat, bukan malah memfasilitasi korporasi, wilayah kelola rakyat harusnya menjadi prioritas pemerintah ditengah ketimpangan dan konflik yang makin massif terjadi.” Tegas Bonar Ardian, Kepala Departmen Organisasi WALHI Sulteng.

Pada 13 Februari 2023 lalu, PP 64/2021 tentang Badan Bank Tanah, 11 organisasi masyrakat sipil di Jakarta melayangkan gugatan di Kantor Mahkamah Agung Republik Indonesia. Gugatan ini mencakup permohonan uji formil dan uji materil PP 64/2021 yang dinilai bertentangan dengan Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), UU No.30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah, UU 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 (Putusan MK 91), yang menyatakan bahwa UU No.11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Inkonstitusional bersyarat.

 

 

Narahubung :

Aulia Hakim (085161263873)

Doni Moidady (081245441845)

 

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :