ore itu kami baru saja kembali dari desa Polanto Jaya Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Dalam perjalanan, yang tidak begitu jauh dari desa, diantara pepohonan sawit yang berjejer rata, kami melewati sekumpulan anak-anak yang sedang memetik pakis. Sontak saja, saya memberhentikan kendaraan, dan berinisiatif turun dan sekedar bertanya singkat pada anak-anak itu.
Dalam keadaan yang terburu-buru, untuk menghindari pantauan kariyawan Astra yang lalu lalang, saya bertanya pada anak-anak tersebut, untuk apa pakis yang mereka petik!!! Mereka menjawab, untuk dimakan. Selain itu, saya bertanya, apakah mereka masih bersekolah, mereka menjawab, Ya!!! Masih, saya SMP, dia SD. Dan karena terburu-buru akhirnya saya kembali, dan lupa menayai nama mereka satu persatu.
Derita Kebun Astra Yang Belum Berkesudahan
Hingga saat ini, persoalan Astra di kecamatan Rio Pakava Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah belum juga terselesaikan. Kasus kriminalisasi yang menjerat empat orang petani Polanto Jaya beberapa bulan lau, belum juga berkesudahan.
Selain itu, di desa Panca Mukti terkait penyerobotan lahan yang dilakukan oleh PT. Mamuang (Astra) terhadap petani (Hemsi) sampai saat ini balum juga selesai. Aktifitas Hemsi di Kebun miliknya, masih terus di bayangi oleh ancaman PT. Mamuang dengan menggunakan Aparat. Sehingga, intimidasi, represif dan Kriminalisasi masih terus membayangi warga masyarakat Rio Pakava.
Astra Membawa Petaka Bagi Anak-anak
Anak-anak yang kami jumpai dijalan saat kami hendak kembali ke Palu kemarin, menjadi potret nyata bahwa, keberadaan Astra di Rio Pakava, tidak membawa perubahan berarti bagi masyarakat. Justru, keberadaan Astra di Rio Pakava, telah membawa petaka.
Padahal kita ketahui bersama, Astra adalah salah satu korporasi bisnis terbesar di Indonesia, dengan memilik hampir 200 cabang bisnis. Pada tahun 2016 saja, dari sektor perkebunan Kelapa sawit, Astra mendapatkan keuntungan sebesar 14,12 Triliyun.
Pendapatan Astra yang begitu besar ini, berbanding terbalik di Wilayah-wilayah yang menjadi objek pelipatgandaan keuntungannya.
Anak-anak Polanto Jaya, harus mencari pakis dijejeran pohon sawit milik Astra. Hal ini menjadi fakta, bagaimana Astra yang masuk di tanah Lalundu tidak serta merta menjadi harapan bagi kesejahteraan rakyat.
Memakan Pakis Beracun
Miris, ditengah kegelimpahan pemasukan Astra (PT. Mamuang), anak-anak dipaksa mencari pakis dijejeran sawit.
Kita ketahui bersama, dalam standar perusahaan perkebunan sawit, harus dilakukan perawatan tanaman. Salah satunya adalah perawatan dari rumput-rumput liar dan hama perusak tanaman. Sehingga, dengan mengkomsumsi pakis, yang diambil oleh anak-anak tadi, justru tidak menjamin kesehatan mereka. Bisa dipastikan, pakis yang dimakan oleh anak-anak tadi, terkontaminasi oleh pestisida/ racun untuk mematikan rumput.
Sehingga, selain mengkriminaliasi petani, Astra juga mengancam kesehatan anak-anak di wilayah perkebunan sawit miliknya. (K.E)