Peringatan Hari Tani Nasional, Petani Sulteng Tuntut Hentikan Perampasan Tanah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Kemarin Kamis (24/09/2020) Kaum Tani bersama kalangan organisasi masyarakat sipil, organisasi politik progresif, organisasi mahasiswa dan gerakan rakyat di Sulawesi Tengah kembali menyuarakan tuntutan kepada pemerintah atas penindasan yang dialami kaum tani di Sulawesi Tengah.

Di Kota Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah Aliansi Kita Bersama Rakyat Petani (KIBAR Petani) menyelenggarakan diskusi Penguatan Gerakan Petani di Sulawesi Tengah, kegiatan ini diikuti oleh Petani dari Kecamatan Rio Pakava yang selama berpuluh tahun berkonflik dengan PT. Mamuang salah satu anak perusahaan PT. Astra Agro Lestari yang telah 3 kali mengkriminalisasi dan memenjarakan petani Hemsi. Tekanan PT. Mamuang sampai hari ini masih dirasakan oleh Hemsi dan kawan-kawannya. Dari tekakan yang dilakukan pihak perusahaan, Hemsi bersama petani di Kecamatan Rio Pakava menyatakan tidak gentar dan akan terus melakukan perlawanan atas kesewenangan dan penindasan dari pihak perusahaan.

Sore harinya KIBAR Petani menyelenggarakan aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Sulawesi Tengah dengan isu sentral “Hentikan Perampasan Tanah Petani” dan beberapa tuntutan diantaranya gagalkan Omnibus Law, hentikan kriminalisasi petani, tolak PLTA Salo Pebatua 2, bubarkan TNLL, tolak ekspansi pertambangan, berikan akses permodalan, teknologi dan jaminan akses pasar produk pertanian yang berpihak kepada petani dan berikan kebebasan kepada rakyat untuk berserikat dan menyampaikan pendapat di ruang publik.

Hari ini Jum’at (25/09/2020) KIBAR Petani akan melakukan diskusi bersama pemuda dan masyarakat Kecamatan Balaesang Tanjung dalam rangka menyusun strategi perlawanan terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Cahaya Manunggal Abadi (CMA) dan penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tengah yang sementara digodok oleh Pemerintah dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah.

Hal yang sama juga disuarakan oleh petani dari berbagai daerah. Dari dataran tinggi Kabupaten Poso Sulawesi Tengah Serikat Petani Katu (SPK) menuntut agar Desa Katu dikeluarkan dari klaim TNLL karena telah mengklaim sepihak tanah petani Desa Katu melalui pemasangan patok batas yang dilakukan oleh Bala Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL).

Dari Wilayah Timur Sulawesi Tengah di Kabupaten Banggai Front Pembebasan Rakyat (FROPERA) melakukan Aksi Demo memuntut penyelesaian kasus penggusuran rumah warga Tanjung Sari, Konflik Petani Desa Piondo/Moilong – Desa Bukit Jaya dengan PT. Kurnia Luwuk Sejati – PT. Berkat Hutan Pusaka, Kasus petani di Bohotokong dengan PT. Saritama Abadi di Kabupaten Banggai, Petani Batui dengan PT. Sawindo Cemerlang-PT. DSP, Petani Bualemo dengan PT. Wira Mas Permai. Perampasan dan penyerobotan tanah oleh PT. Elnusa. Di Kota yang sama Lingkar Gerakan Rakyat (LARRA) Kabupaten Banggai juga melaksanakan aksi untuk mendesak kepada pemerintah untuk melaksanakan reforma agraria sejati dan membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja (Omnibus Law).

Demikian pula masyarakat Desa Lambolo melakukan aksi protes atas dampak debu aktifitas pabrik pemurnian nikel di Kabupaten Morowali Utara. Mereka menuntut pemberhentian aktifitas pabrik nikel di Morowali Utara.

Beberapa hari sebelumnya, masyarakat Kecamatan Kulawi Selatan menyatakan penolakan terhadap rencana pembangunan PLTA Salo Pebatua yang akan dibangun di pedalaman Pipikoro dan Kulawi Selatan, ditandai dengan adanya spanduk bertuliskan kalimat penolakan disertai tanda tangan warga, yang dipajang di beberapa titik di Kecamatan Pipikoro dan Kulawi. Dalam pernyataannya yang dirilis berbagai media local online Ketua Serikat Petani Wahi (SPW), Elsi E. Lunda menyatakan, mega proyek ini akan berdampak tidak baik bagi penduduk di empat desa, di dua kecamatan yang ada di Sigi.

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :