Salah satu problem mendasar yang menjadi pokok masalah bagi para penyintas korban bencana 28 September 2018 silam adalah masih lemahnya perlindungan terhadap perempuan dan anak. Hal tersebut mengemuka dalam sebuah kegiatan simposium bertajuk Mengurai Masalah Penyintas dan Refleksi 1 Tahun Penanganan Bencana yang diinisiasi WALHI Sulawesi Tengah pada 26 September 2019.
Beberapa rekomendasi kesepakatan simposium yang dihadiri oleh perwakilan penyintas dari Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala tersebut adalah mendorong pemerintah untuk menjamin kelompok perempuan dan kelompok rentan untuk mendapatkan hak atas informasi berkaitan dengan agenda pemulihan penanganan kebencanaan serta mendorong pemerintah membuat sistem perlindungan dan keamanan dalam setiap kebijakan dan program penanganan bencana di Sulawesi Tengah.
Situasi tersebut diperparah krisis pandemi Covid-19 sejak bulan Maret 2020. Betapa tidak, pertengahan Mei 2020 Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah merilis data yang menunjukkan tingginya laju peningkatan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Tengah.
Berdasarkan laporan data kasus kekerasan dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) pada Maret, tercatat 107 kasus kekerasan, perempuan menjadi korban kekerasan sebanyak 99 kasus. Satu bulan kemudian, pada April, laporan kekerasan dalam SIMFONI-PPA meningkat menjadi 123 kasus dengan korban perempuan 117 orang dan laki-laki 16 orang. Dimana laporan kekerasan terbanyak dari Kabupaten Sigi 35 kasus, Poso 33 kasus, dan Buol 21 kasus.
Karena itu dibutuhkan upaya dari berbagai pihak dalam mengatasi problem kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah terdampak bencana. Sebagai bentuk kontribusi untuk mendorong pemenuhan hak dan perlindungan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sigi, maka WALHI Sulawesi Tengah bersama warga Desa Rogo Kecamatan Dolo Selatan atas dukungan dari YAPPIKA Action Aid telah membangun sebuah bangunan rumah ramah perempuan yang lebih dikenal dengan konsep Ruang Aman.
Dalam kegiatan diskusi yang digelar WALHI Sulawesi Tengah di Ruang Aman yang dihadiri oleh 30 orang perwakilan kelompok perempuan Desa Rogo pada Selasa 14 Juli 2020, Direaktur Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Tengah Abdul Haris menjelaskan fungsi, pemanfaatan dan pengelolaan rumah dalam konsep Ruang Aman perempuan tersebut dapat dimanfaatkan oleh kelompok perempuan sebagai ruang belajar, berbagi dan ruang konsolidasi bagi perempuan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan untuk memperjuangkan pemenuhan hak-haknya dan memberi kontribusi terhadap pembangunan Desa Rogo utamanya dalam upaya pemulihan pasca bencana 28 September 2018.
Dalam pertemuan ini perwakilan kelompok perempuan Desa Rogo bersepakat untuk memberi nama Ruang Aman tersebut dengan nama Ado (Sou Pontuho Mpongosahaka Mombine) yang dalam bahasa Kaili diartikan sebagai ruang peristirahatan perempuan. Kepala Desa Rogo Fuad Hudin dan kelompok perempuan yang hadir dalam proses diskusi merespon baik pembangunan fasilitas Ruang Aman tersebut. Dimana keberadaan ruang ramah perempuan ini diharapkan mampu melahirkan perempuan-perempuan progresif yang berpotensi menjadi pemimpin dan kedepan akan memiliki kapasitas dan dapat menduduki struktur pemerintahan di tingkat desa.
Selain itu kesepakatan dalam pertemuan tersebut WALHI Sulawesi Tengah bersama masyarakat Desa Rogo merencanakan akan membangun dua unit outlet pemasaran untuk produk hasil pertanian dan produk lokal warga Desa Rogo. Dimana sebelumnya akan dilakukan identifikasi terhadap kelompok masyarakat yang akan dilibatkan baik bagi kelompok yang akan dipasarkan produk pertanian dan produk olahan lainnya maupun identifikasi pengelola outletnya.