“Kami menyayangkan dan sangat kecewa vonis bebas yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Parigi, Sulawesi Tengah pada Jumat (3/3/2023) atas tuntutan Jaksa Penunut Umum (JPU) 10 tahun penjara terhadap terdakwa Bripka H terkait peristiwa tertembaknya Erfaldi (21) salah seorang demonstran menolak tambang emas PT. Trio Kencana di Desa Katulistiwa, Kabupaten Parigi Moutong pada 12 Februari 2022 lalu,” demikian dikatakan Sunardi Katili, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Inodnesia (Walhi) Sulawesi Tengah.
Lanjut Sunardi, meminta agar tim JPU Kejaksaan Negeri Parigi untuk lakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung guna memeriksa kembali putusan vonis bebas ini dan berharap masih ada putusan yang seadil adilnya bagi orang tua korban, keluarga dan para pencari keadilan di negeri ini, imbuhnya.
Dalam acara pemeriksaan pembuktian sebelumnya, terdakwa Bripka H ternyata tidak dihadirkan saat proses rekonstruksi penembakan, hal ini terungkap saat sidang pemeriksaan dua saksi ahli Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Sulawesi Selatan yang di gelar di PN Parigi, pada 18 Januari 2023 lalu, padahal kehadiran terdakwa sebagai pelaku utama dalam rekonstruksi itu adalah satu bagian yang teramat sangat penting dari proses penyidikan, saya tidak tahu apa sebabnya kenapa sampai terdakwa tidak dilibatkan rekonstruksi, saya belum membaca putusan majelis hakim, tapi saya menduga saja mungkin ini salah satu sebab yang membuat hakim menjatuhkan putus bebas terhadap terdakwa, terlepas dari semua itu, peristiwa katulistiwa ini harus ada yang bertanggungjawab, negara harus bertanggungjawab dan beri keadilan bagi korban dan keluarganya serta menghukum seberat-beratnya pelaku pembunuhan ini, masak ada yang tewas lalu pelakukan tidak ada, karena jika ini dibiarkan dan negara tidak memberikan keadilan dan hukuman bagi pelaku kejahatan Hak Asasi Manusia (HAM), maka kedepan tidak akan ada yang bisa diharap memberikan jaminan perlindungan bagi rakyat ketika hendak memperjuangkan hak-hak hidupnya, tutup Sunardi.
Diketahui pengaturan terkait rekonstruksi diatur melalui Surat Keputusan Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) Nomor Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana, khususnya dalam bagian Buku Petunjuk Pelaksanaan tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana Dasar hukum untuk melakukan rekonstruksi merupakan salah satu teknik dalam metode pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik dalam proses penyidikan tindak pidana bertujuan untuk Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan***
Narahubung Aulia Hakim : 0851 6126 3873