WALHI SULTENG: Pembangunan Huntara Harus Melibatkan Para Penyintas

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Manager Kampanye Eksekutif Daerah WALHI Sulteng, Stevandi menyebutkan pembangunan rumah hunian sementara (HUNTARA) oleh PUPR tidak partisipatif.

“Kebanyakan korban Gempa Bumi, Tsunami dan Likuifaksi di Kota Palu tidak tahu lokasi rumah hunian sementara yang akan mereka tempati. Mereka juga tidak mengetahui model apa yang dibangun PUPR.” Kata Stevandi

Sementara pemerintah Kota Palu telah menerbitkan SK Penetapan Lokasi Rumah Hunian Sementara bagi korban gempa bumi, tsunami dan likuifaksi.

Menurut Stevandi, hal itu membuktikan bahwa pembangunan Huntara sama sekali tidak melibatkan para penyintas dalam merumuskan dan menentukan lokasi pembangunan Huntara.

Dia berpandangan bahwa cara-cara seperti ini akan menimbulkan sejumlah masalah sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan.

“Bagaimana mungkin Huntara dibangun hanya berdasarkan keputusan sepihak PUPR dan Pemerintah Daerah. Para korban lah yang tahu persis apa kebutuhan yang mesti dipenuhi dalam hunian itu bukan pemerintah.” Tegas Stevandi

Hasil investigasi Walhi Sulteng di lapangan menemukan bahwa sebagian korban sebenarnya tidak setuju dengan model Huntara yang dibangun PUPR. Namun, mereka terpaksa menerima karena tidak ada pilihan lain.

“Alasan mereka macam-macam ada yang tidak ingin dipindah karena hunian yang sempit untuk menampung anggota keluarga, takut kembali terjadi bencana, fasilitas yang terbatas dan lokasi yang jauh dari tempat kerja.” Tutur Stevandi

Padahal kata Stevandi, Huntara mestinya menjamin rasa aman dan nyaman bagi para penyintas. Namun pemerintah sepertinya menjadikan pemulihan pasca bencana ini sebagai projek belaka bukan untuk memulihkan psikologi para korban untuk tinggal di tempat yang aman dan nyaman.

“Dari beberapa lokasi Huntara yang kami kunjungi semuanya bermasalah mulai dari masalah status tanah, rawan bencana dan model Huntara yang tidak memberi rasa aman dan nyaman bagi para penyintas. Ini belum termasuk fasilitas pelayanan seperti pendidikan di lokasi Huntara, pelayanan kesehatan, taman bermain bagi anak-anak, kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan lainnya.” Tuturnya

Olehnya, kata Stevandi pemerintah harus merubah model pembangunan Huntara yang cenderung terkerangkeng dalam sistem bisnis dan menggantikannya dengan model yang berbasis pada partisipatif aktif dari para penyintas.

“Dengan model partisipatif maka para penyintas akan ikut terlibat menentukan lokasi dan kebutuhan apa saja yang harus dipenuhi di rumah hunian yang akan mereka tempati.” Tutupnya

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :