Hemsi (36) petani desa Panca Mukti Kec. Rio Pakava Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah melakukan panen sawit di kebun miliknya, yang hingga saat ini masih diklaim oleh PT.Mamuang (anak perusahaan Astra Agro Lestari).
Bersama para petani desa Panca Mukti, Rio Mukti dan Polanto Jaya mereka melakukan panen tersebut tanpa ada hambatan/pelarangan oleh aparat, seperti yang terjadi pada panen-panen sebelumnya.
Berani Karena Benar
Menurut Hemsi, “kami telah melakukan aktifitas dilahan ini sejak tahun 2000. Namun dengan datangnya Mamuang, telah menghancurkan mata pencaharian petani. Lahan kami dirampas, kami diintimidasi, direpresif serta dikriminalisasi. Tapi saat ini, kami membuktikan, dengan keberanian kami, bahwa lahan ini adalah milik kami, dan hal tersebut tak bisa ditawar-tawar lagi”.
Bukan tanpa resiko, bahwa aktifitas panen yang dilakukan saat ini, masih dalam bayang-bayang represif dan kriminalisasi oleh Mamuang. Terlebih saat ini, status Hemsi sebagai terlapor oleh pihak Mamuang dengan tuduhan pencurian. Tapi mereka (Petani) akan terus melakukan panen, sebab lahan tersebut adalah lahan mereka.
Mananti Tanggung Jawab Negara
Sebelumnya, Hemsi dan Sikusman (Petani Rio Pakava) bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia telah melaporkan kasus yang tengah dihadapi oleh para petani di Kecamatan Rio Pakava kebeberapa lembaga tinggi negara. Antara lain Kantor Staf Kepresidenan, Kompolnas, Mabes Polri, Ombudsman Republik Indonesia, Komnas Ham, Kementerian KLHK, BPN-RI dan lembaga tinggi lainnya. Namun, kasus perampasan lahan petani oleh PT. Mamuang yang sejak tahun 2004 terjadi, belum juga mendapat titik terang, sehingga, perlu ada langkah-langkah kongkrit yang dilakukan oleh negara, untuk melindungi rakyatnya dari keserakahan korporasi dalam (PT. Mamuang).
Menyebarluaskan Keberanian
Saat dihubungi, Hemsi menjelaskan bahwa, saat ini mereka melakukan pemanenan di lahan miliknya—walaupun menurut dia, masih banyak lahan petani yang saat ini diklaim oleh PT. Mamuang. Sehingga secara phisikologis memunculkan ketakuatan bagi para petani untuk melakukan aktifitas dilahan mereka.
Ketakutan ini disebabkan, para petani khawatir, apabila mereka melakukan panen, mereka akan diintimidasi, direpresif bahkan di Kriminalisasi (dituduh mencuri dan dipenjara). Sehingga prasangka-prasangka semacam itu masih terlintas dalam kepala para petani.
Berangkat dari situasi ini, Hemsi ingin membuktikan bagi para petani lain bahwa, ini adalah kebenaran yang patut diperjuangan. Mereka sudah bertahun-tahun menderita akibat keserakahan PT. Mamuang. Sehingga apa yang dilakukan Hemsi tersebut, harapannya bisa menjadi fondasi kokoh bagi para petani di Kecamatan Rio Pakava untuk terus berjuang atas hak-hanya.(K.E)