Liberalisasi Kebijakan PSDA Dan Tantangan Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Sulawesi Tengah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Oleh : Nurhikma

Kebijakan yang mengatur Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) di Sulawesi Tengah mengikuti arah dan orientasi dari kebijakan nasional yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi berbasis investasi yang telah memberikan dampak buruk terhadap keberlanjutan pengelolaan lingkungan hidup. Lebih jauh lagi, rangkaian kebijakan tersebut jelas membuktikan keberpihakan pemerintah kepada investasi. Semakin meluasnya berbagai bentuk kerusakan lingkungan hidup dan pengabaian hak-hak  petani, nelayan serta masyarakat kecil lainnya adalah dua masalah yang tidak terhindarkan sebagai akibat dari pilihan orientasi kebijakan pemerintah yang lebih pro kepada investasi tersebut.

Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah yang terdiri atas 13 kabupaten dan 1 kota,147 kecamatan, 170 kelurahan, dan 1.839 desa (Wikipedia) memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, di antaranya bahan pertambangan, perkebunan kelapa sawit, pertanian, dan perikanan. Karena kekayaan sumber daya alam itulah, para investor mengembangkan modalnya di berbagai daerah. Pada tataran implementasinya kita bisa melihat contohnya di Kabupaten Morowali dengan kehadiran kawasan industri pertambangan di kecamatan Bahodopi dan perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Kecamatan Bungku Barat dan Witaponda. 

Masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar wilayah tersebut, meski di satu sisi memiliki kesempatan kerja, di mana secara tidak langsung bisa membantu pemerintah dalam meminimalisir pengangguran, akan tetapi di sisi lain ada dampak negatif yang ditimbulkan dari adanya industri pertambangan dan perkebunan kelapa sawit akibat terjadinya alih fungsi lahan pertanian/perkebunan/kehutanan menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan sawit berskala besar. Lahan yang seharusnya menghasilkan bahan kebutuhan pangan rakyat justru kini berubah menjadi penghasil komoditi nikel dan kelapa sawit, semuanya untuk keperluan industri.

Jika kebijakan berbasis investasi seperti ini masih tetap berlangsung maka bidang pertanian dan perikananlah yang akan terus merasakan dampak negatifnya, padahal kedua bidang tersebut menyangkut kehidupan sehari-hari masyarakat lokal. Mereka yang berprofesi sebagai nelayan dan petani, mau tidak mau, suka tidak suka, harus menyesuaikan diri dengan kebijakan pemerintah yang berbasis investasi. Harapan mereka dengan berpindahnya profesi dari nelayan/dan petani menjadi pekerja tambang dan perkebunan yang seharusnya memberikan sesuatu yang lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Tapi yang terjadi justru sebagian dari mereka bekerja dengan kondisi lingkungan kerja yang buruk, dengan perlindungan keselamatan kerja yang sangat minim.

Pengelolaan lingkungan hidup secara lestari dan berkelanjutan di provinsi Sulawesi Tengah harus tetap berjalan, namun jika kebijakan berbasis investasi terus berlanjut dengan mengesampingkan bidang-bidang yang lain (non-investasi) maka sudah pasti merugikan bidang/sektor dan pihak yang lainnya. Bukan tidak mungkin hal yang kita tidak inginkan bisa saja terjadi, semisal pasokan kebutuhan pokok hasil pertanian tidak bisa lagi diproduksi dan harus mensuplai dari luar Sulawesi Tengah, padahal sebelumnya bisa memenuhi kebutuhan tersebut dengan memproduksinya secara mandiri.

Untuk mengatasi itu semua, kita sebagai warga masyarakat Sulawesi Tengah yang cinta akan wilayah ini tentu tidak akan membiarkan situasi ini terus-menerus terjadi. Semua masalah pasti ada jalan keluarnya, begitu juga dengan berbagai masalah PSDA di sulawesi tengah yang semakin kompleks.

Jika kebijakan berbasis investasi yang didukung oleh bidang-bidang lain (non investasi) seperti pertanian dan perikanan, akan sangat membantu dalam menjawab tantangan kebijakan liberalisasi PSDA. Dalam hal ini peran pemerintah dan masyarakat Sulawesi Tengah sangat diperlukan. Pemerintah tidak harus memusatkan pada wilayah-wilayah tertentu saja, akan tetapi perhatian perlu ditujukan ke seluruh wilayah dengan berbagai keragaman potensinya.  Masih banyak desa-desa di Sulawesi Tengah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan, sesuai dengan sumber daya lokal yang ada di masing-masing tempat.

Indonesia memiliki tanah yang subur sehingga dikenal sebagai negara agraris. Ciri khas ini harus tertanam kuat dalam hati dan pikiran kita semua. Oleh karena itu, unsur agraria sebagai modal utama kita tidak boleh dikesampingkan. Hal ini mesti diurus dengan baik sehingga bisa memberi manfaat bagi masyarakat, daerah, bangsa dan negara. Mulai saat ini, desa-desa yang jauh dari pusat industri pertambangan dan perkebunan kelapa sawit bisa membuka dan mengembangkan lahan pertanian di desanya masing-masing.

Meski lahan di desa masih luas untuk mengembangkan tanaman pertanian atau perkebunan, namun satu kecenderungan negatif yang terjadi saat ini, dimana masyarakat desa kurang berminat mengolah lahan pertanian. Hal ini dilatarbelakangi karena masyarakat kini banyak beralih menjadi pekerja tambang. Ada kecenderungan kuat masyarakat lebih senang menghabiskan nilai barang dari pada menghasilkan barang itu sendiri. Kemana masyarakat desa yang dulu setiap bangun paginya bersiap-siap untuk pergi ke sawah atau kebun? Hal ini sudah jarang terlihat bukan?.

Karena itu masyarakat Sulawesi Tengah harus mampu mengelola sember daya alamnya dengan baik dengan tetap memperhatikan kelestariannya. Sementara populasi penduduk Sulawesi Tengah terus meningkat. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam harus memperhatikan pembangunan berkelanjutan sehingga generasi-generasi penerus kita di masa depan akan tetap menikmati hasil dari pembangunan saat ini.

Pertambangan, perkebunan kelapa sawit, pertanian, dan perikanan semua merupakan unsur yang penting. Tidak ada yang lebih utama dari yang lainnya. Lahan pertanian bisa kita kembangkan di daerah yang jauh dari industri pertambangan dan perkebunan kelapa sawit sehingga wilayah Sulawesi Tengah tidak hanya dikenal dengan pertambangan seperti saat ini, tapi juga masyarakatnya bisa menghasilkan barang kebutuhan pokok dari potensi kekayaan alam yang ada dalam hal ini lahan pertanian, perkebunan, dan tidak terkecuali wilayah perairan, pesisir dan laut.

* Tulisan ini adalah artikel terbaik kedua dalam kegiatan lomba menulis artikel bertema Liberalisasi Kebijakan PSDA Dan Tantangan Keberlanjutan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Sulawesi Tengah yang diselenggarakan oleh WALHI Sulawesi Tengah dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2020.

* Isi tulisan merupakan pandangan pribadi penulis dan tidak mewakili sikap organisasional WALHI Sulawesi Tengah.

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :