Pemerintah Daerah Bertanggung Jawab Terhadap Banjir di Sulawesi Tengah

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Baru beberapa minggu lalu Kabupaten Morowali dikepung oleh banjir. Kemarin 20 Juni 2019, Kabupaten Morowali Utara juga mengalami bencana serupa yang mengakibatkan beberada desa di Kabupaten tersebut terendam banjir antara lain Desa Korowou,Kumpi, Beteleme, ROnta, Petumbea, Wawopada, Korompeli dan Pontangoa.

Berdasarkan data awal yang dihimpun dari tim di lapangan, banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali Utara adalah akibat hujan deras yang menyebabkan beberapa sungai di Kabupaten ini meluap antara lain Sungai La, Sungai Pontangoa, Sungai Tambakako, Sungai Korosule dan Sungai Ronta.

Manager Kampanye WALHI Sulteng menjelaskan bahwa, “ Banjir yang terjadi di Kabupaten Morowali Utara kemarin (20/06/2019) tidak hanya diakibatkan oleh hujan deras, melainkan masifnya perambahan hutan dan penerbitan izin perkebunan sawit serta pertambangan di Kabupaten tersebut. Alhasil lajunya penerbitan izin tersebut telah berkontrbusi terhadap lajunya deforestasi hutan sehingga menjadi faktor paling mempengaruhi terhadap bencana banjir yang terjadi disana”.

Diketahui, saat ini jumlah perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Morowali Utara berjumlah adalah 14 perusahaan dengan luas aktivitas 42.219,378 Ha dan terdapat 6 perusahaan pertambangan yang saat ini beraktifitas di Kabupaten tersebut. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kelompok Muda Peduli Hutan bahwa konsesi konsesi perkebunan sawit di Morowali Utara mencapai 70% dari luasan Areal Penggunaan Lain (APL).

Masifnya eksploitasi Sumber Daya Alam berbasis lahan di Morowali Utara secara tidak langsung telah mengurangi daya dukung lingkungan dengan terjadinya deforestasi hutan. padahal kita tahu, hutan memiliki banyak manfaat bagi manusia. Selain untuk melepaskan oksigen, menangkap partikel bebas di udara, hutan juga memiliki fungsi hidrologis yang berperan sebagai penyimpan/ mengikat air kemudian mengatur peredarannya dalam bentuk mata air. Selain itu hutan memiliki manfaat klimatologis atau mengatur iklim. Dengan adanya hutan, maka kelembaban dan suhu udara bisa tetap stabil dan tetap terjaga serta mengurangi tingkat penguapan air dari dalam tanah.

Sayangnya manfaat hutan yang begitu kaya ini, tidak pernah diperhatikan oleh pengambil kebijakan (Pemerintah Daerah). Kebijakan yang serampangan dalam penerbitan izin dan tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan telah melahirkan banjir dimana-mana. Kita mau bilang, Pemerintah lalai dan bertanggung jawab atas banjir yang terjadi di Morowali Utara dan beberapa tempat di Sulawesi Tengah. Jelas Stevandi.

Dalam kasus ini, kita bisa mengambil contoh misalnya di desa Ronta dan Petembuea. Kedua Desa ini berada di Kecamatan Lembo Raya dan saat ini juga merupakan desa terdampak dari meluapnya Sungai Ronta. Dari data awal yang WALHI Sulteng dapatkan, di desa Petumbea, puluhan hektar sawah petani terendam banjir. Selain itu ternak warga juga ikut terseret oleh air. Di Desa Ronta, puluhan rumah terendam banjir dan mengharuskan warga untuk mengungsi ditempat-tempat aman.

Tidak dapat dipungkiri, banjir yang menerjang desa Ronta dan Petumbea adalah akibat perambahan hutan secara masif dan makin diperparah dengan kehadiran PT. Cipta Agro Nusantara (Anak Perusahaan Astra Agro Lestari) diwilayah tersebut.

Stevandi menerangkan bahwa “ lokasi aktivitas PT. CAN yang berada persis berbatasan dengan sungai Ronta telah menyebabkan air menerjang desa Petumbea dan Ronta. Ditambah lagi posisi desa Ronta dan Petumbea yang berada dalam posisi agak rendah sehingga tingkat kerawanannya cukup tinggi.

Dia menambahkan, selain melakukan merambahan hutan, WALHI Sulteng menemukan fakta bahwa lokasi tanaman sawit PT. CAN yang hanya berjarak rata-rata 50 Meter dari sungai Ronta di duga kuat menjadi penyebab banjir karena tidak adanya lagi hutan (Pohon) yang berfungsi untuk mengikat air .

Beberapa fakta banjir yang terjadi di Sulawesi Tengah beberapa bulan terakhir, (di Kabupaten Sigi, Morowali, Morowali Utara) harusnya menjadi pelajaran bagi Pemerintah Daerah untuk membatasi penerbitan izin-izin berbasis lahan serta mencabut izin-izin bermasalah di Sulawesi Tengah. Selain itu juga WALHI Sulteng mendesak Pemerintah Daerah untuk bertindak tegas terhadap aktifitas ilegal di kawasan hutan yang berpotensi melahirkan bencana dikemudian hari.

Cukup sudah kebebalan Pemerintah yang tidak mempertimbangkan aspek lingkungan dalam pengambilan kebijakan. Sebab, tanpa mempertimbangkan aspek lingkungan, sudah pasti rakyatlah yang akan terus menjadi korban dari bencan-bencana banjir di Sulawesi Tengah.

Stevandi
Manager Kampanye WALHI Sulteng 082188160099

Facebook
Twitter

Tinggalkan Komentar Anda :