Proses penyusunan RANPERDA Tata Ruang Sulawesi Tengah 2018 – 2033, telah memasuki tahapan perlibatan masyarakat dalam penyempurnaan dokumen tersebut. pemerintah memproyeksikan bahwa di bulan Agustus, draf RANREPDA ini sudah akan disahkan menjadi Perda Sulawesi Tengah.
Sayangnya berdasarkan hasil kajian WALHI Sulteng terhadap Draf RANPERDA dan hasil akhir revisi RTRW yang ada, terdapat banyak kelemahan-kelemahan secara substansi yang termaktup dan RANPERDA ini. Menurut Pasal 14 Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan, bahwa Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.
Disini WALHI melihat, dalam RANPERDA yang ada, telah mengabaikan banyak rujukan peraturan Perundang-undangan yang seharusnya dimasukan dalam draf RANPERDA tersebut. Misalnya, Permendagri No 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah dan Permen ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kabupaten dan Kota, yang mana didalamnya dijelaskan soal naskah akademik sebagai acuan sebelum RTRW ini di Perdakan. Harusnya naskah akademik ini juga dipublikasin sebagai acuan publik untuk untuk mengkaji RANPERDA yang ada. Kemudian terdapat Pemanfaatan ruang yang mengabaikan proses perlindungan dibeberapa wilayah kota dan Kabupaten, belum dimasukannya RZWP3K sebagai rujukan, kemudian Perpres No 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Proyek Strategis Nasional sebagaimana telah di ubah dalam PERPRES No 56 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Stategis Nasional, Undang-undang Penanggulangan Bencana 24 Tahun 2007 serta belum dimasukannya Rencana Induk Bencana Palu, Sigi, Donggala dan Parigi dalam penyusunan yang ada.”
Kemudian, dibagian Kedua dalam RANPERDA tentang Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi Pasal 3 dijelaskan bahwa, Tujuan penataan ruang Provinsi adalah terwujudnya ruang Provinsi Sulawesi Tengah yang aman, berdaya saing, dan berkelanjutan dengan memperhatikan keadilan pembangunan wilayah.
Artinya, Dalam point ini tidak ada ketegasan yang jelas terkait prespektif mitigasi bencana dalam RANPERDA yang sedang disusun.
WALHI Sulteng juga menemukan fakta bahwa, dalam draf hasil akhir dokumen RTRW Sulawesi Tengah, ada upaya untuk menurunkan status kawasan hutan dibeberapa tempat di Sulawesi Tengah.
Penurunan status kawasan ini, Bagi WALHI memungkikan untuk memutihkan perusahaan-perusahaan yang selama ini sudah beraktivitas di dalam kawasan hutan agar terhindar dari jeratan hukum akibat ulah kejahatan kehutanan yang mereka lakukan dan atau memang penurunan status kawasan ini untuk memuluskan eksploitasi SDA oleh korporasi. Kita sebut saja PT. Citra Palu Minerals yang berada didalam kawasan Taman Hutan Raya (TAHURA) di Kelurahan Poboya/Paneki dan PT. HIP di Kabupaten Buol.
Kami juga menemukan fakta bahwa tidak diakomodirnya wilayah hutan adat dalam draf RANPERDA yang sedang disusun. Padahal dibeberapa tempat di Sulawesi Tengah, masih terdapat beberapa masyarakat lokal yang berkativitas dalam kawasan hutan yang seharusnya ini juga harus dijamin dalam Perda RTRW nantinya. RANPERDA yang ada justru bersifat diskriminatif terhadap masyarakat lokal yang selama ini eksis di Sulawesi tengah.
Bagi WALHI, RANPERDA RTRW Sulawesi Tengah 2018 – 2038 terkesan tidak serius dalam kelestarian lingkungan di Sulawesi Tengah. Selain itu, tidak jelasnya arah mitigasi bencana dalam penyusunan Draf yang ada yang tidak memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat, serta masih mengenyampingkan hak kelola rakyat.
Ini harusnya menjadi perhatian serius bagi penyusunan RANPERDA RTRW ini dan perlu memasukan beberapa aspek yang sudah dijelaskan diatas. Selain itu, RANPERDA yang ada harus juga secara substansi lebih ditekankan pada kelestarian lingkungan hidup dan keberlanjutan serta tidak memberikan ruang pada korporasi perusak lingkungan.